Jakarta, JurnalBabel.com – Tepat hari ini 8 Maret diperingati sebagai hari perempuan Internasional. Di Indonesia pun diperingati dan ditanggapi beragam oleh berbagai kalangan.
Anggota Komisi III DPR Ary Egahni Ben Bahat salah satunya yang menilai Internasional Women’s Day ini sebagai bentuk bersyukur. Maksudnya, salah satunya yang pasti perempuan Indonesia bersyukur punya Ibu Kartini sebagai pahlawan emansipasi kaum perempuan, sehingga perempuan Indonesia bisa sekolah bahkan jenjang tertinggi sekaliapun.
Lebih lanjut Ary Egahni mengatakan di dunia kerja juga sama keberadaan perempuan dan laki-laki diakui bahkan keunggulan perempuan bisa lebih menonjol dibandingkan laki-laki.
Di sisi lain, tambab Ary Egahni, masih banyak juga perempuan Indonesia menjadi korban. Dicontohkannya perdagangan manusia dan ketidakadilan dalam dunia kerja karena keterbatasan ekonomi dan pendidikan.
“Jadi hidup adalah pilihan. Kalau saya berprinsip perempuan tidak boleh membatasi diri, tapi terus berkiprah untuk berperan membangun bangsa Indonesia sesuai kapasitas yang dimiliki,” kata Ary Egahni Ben saat dihubungi di Jakarta, Minggu (8/3/2020).
Ary Egahni yang duduk di Komisi III yang membidangi masalah hukum berpendapat dari sisi penegakan hukum terhadap perempuan masih tidak adil. Meskipun ia menilai tidak ada barometer untuk mengukur adil atau tidak penegakan hukum terhadap perempuan.
“Adil atau tidak kan relatif, tidak ada barometer yang jelas. Hanya saja memang sebahagian besar penegakan hukum terhadap perempuan kurang adil,” ujarnya.
Kasus Baiq Nuril
Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini mencontohkan ketidakadilan penegakan hukum terhadap perempuan yang dialami oleh mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Nuril Maknun, pada 2012 silam.
Baiq Nuril menjadi korban kasus perbuatan pelecehan yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, M. Pelecehan itu disebutnya terjadi lebih dari sekali. Rentetan kasus pelecehan itu dimulai pada medio 2012. Saat itu, Baiq masih berstatus sebagai Pegawai Honorer di SMAN 7 Mataram. Satu ketika dia ditelepon oleh M
Perbincangan antara M dan Baiq berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari 20 menit perbincangan itu, hanya sekitar 5 menitnya yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, M malah bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya.
Perbincangan itu pun terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Baiq. Terlebih M menelepon Baiq lebih dari sekali. Baiq pun merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh M melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan M.
Merasa jengah dengan semua itu, Baiq berinisiatif merekam perbincangannya dengan M. Hal itu dilakukannya guna membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan atasannya itu. Kendati begitu, Baiq tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut pekerjaannya terancam.
Hanya saja, ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerja Baiq, soal rekaman itu. Namun, rekaman itu malah disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Penyerahan rekaman percakapnnya dengan M Baiq itu hanya dilakukan dengan memberikan ponsel. Proses pemindahan rekaman dari ponsel ke laptop dan ke tangan-tangan lain sepenuhnya dilakukan oleh Imam.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh banyak orang, M pun melaporkan Baiq ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal rekaman tersebut disebarkan oleh Imam, namun malah Baiq yang dilaporkan oleh M.
Kasus ini pun berlanjut hingga ke persidangan. Setelah laporan diproses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Baiq Nuril bersalah. Namun eksekusi hukuman tersebut ditunda oleh kejaksaan.
Baiq Nuril Maknun akhirnya bebas usai Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti kepadanya.
Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis Mahkamah Agung (MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.
Keppres tersebut baru saja ditandatangani oleh Presiden pada Senin (29/7/2019). (Bie)
Editor: Bobby