Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, dalam Rapat Dengar Pendapat RDP Komisi XI dengan Badan Layanan Umum (BLU) dan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di Jakarta, Senin 21 Juni 2021 yang berlangsung secara virtual, menganggapi paparan dari perwakilan dari BPDLH.
Anis mencermati tentang grand design BPDLH. Sebab menurut Anis, roadmap yang disampaikan BPDLH di hadapan Komisi XI baru sebatas adanya dana serta penyalurannya saja. Ia ingin adanya grand design besar.
“Karena kewenangan BPDLH sangat sangat besar untuk mengelola dana terkait dengan lingkungan hidup dan kita tahu bahwa permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sangat banyak, diperlukan grand design secara makro dengan dana yang ada untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup di Indonesia,” kata Anis.
Berikutnya, Wakil Ketua BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) DPR RI ini meminta penjelasan tentang proyeksi dan skema BPDLH atas potensi dana kelolaan yang dipaparkan.
Dengan adanya dana dari Green Climate Fund melalui mekanisme performance-based payment sebesar 103 juta USD, dari REDD + (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) dari Norwegia dengan jumlah 560 juta dolar AS, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dengan jumlah 110 juta dolar AS, dari BioCarbon Fund (BCF) sebesar 60 juta dolar AS untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup di Jambi hingga 2025, lalu dari Bank Dunia (World Bank) dengan anggaran 2 juta dolar AS, serta yang terakhir adalah Ford Foundation sebesar 1 juta dolar AS.
Total potensi dana kelolaan yang ditangani oleh BPDLH mencapai nilai Rp876 juta dolar AS atau setara dengan Rp12,5 triliun (kurs Rp14.289).
Selanjutnya, Anis menyoroti data pemerintah yang telah menyalurkan dana kepada masyarakat sekitar hutan sebesar Rp1,43 triliun untuk 27.509 debitur. Dimana layanan FDB (Fasilitas Dana Bergulir) tersebut telah menjangkau sebanyak 27 Provinsi dan 195 Kabupaten di Indonesia.
Untuk masyarakat sekitar hutan dan pelaku usaha industri sektor kehutanan di Jawa Tengah telah mendapatkan alokasi sebesar Rp 418 milyar untuk 6.905 debitur.
Mengingat bahwa sumber pendanaan BPDLH dari APBN yang terbatas, apa lagi di tengah pandemi Covid-19 yang tentu menjadi ujian berat bagi BPDLH yang baru beroperasi, terlebih BPDLH harus berupaya menjaga kepercayaan terutama berkaitan dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
Oleh karena itu Anis yang juga menjabat Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ingin tahu lebih jauh tentang proses monitoringnya serta kondisi para penerimanya sekarang.
Kemudian, terkait beberapa pos penting yang dapat menjadi sasaran utama BPDLH terkait dengan dampak pandemi Covid-19, Anis tidak lupa memperhatikan perihal UMKM berbasis lingkungan.
Anis berharap agar ada target khusus untuk UMKM yang berbasis lingkungan. “Karena pastinya di masa ini di masa pandemi ini, UMKM adalah salah satu pihak yang terdampak,” ujar Anis.
Berikutnya, Anis yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mencermati tentang penanganan kerusakan lingkungan.
Anis meminta kejelasan tentang skema yang diberikan BPDLH dalam menyalurkan pendanaan pada kelompok masyarakat yang menjaga kelestarian lingkungan. Serta upaya BPDLH untuk memberikan penghargaan bagi daerah yang tetap menjaga kelestarian lingkungan khususnya hutan, terutama untuk daerah yang kreatif memanfaatkan keberadaan hutan dengan baik.
Terakhir, Anis ingin tahu tentang mitigasi risiko yang dilakukan BPDLH menghadapi ancaman krisis iklim yang saat ini sedang melanda dunia.
“Mengingat salah satu fungsi adanya BPDLH adalah sebagai bentuk kerja nyata pengendalian dan penanganan dampak perubahan iklim.” pungkasnya. (Bie)