Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR, Hendrik Lewerissa, menyatakan Pemerintah memiliki BUMN yang berumur 200 tahun. Namun, perusahaan itu nasibnya tidak jelas alias mati suri. BUMN itu bernama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Menurut Hendrik, perusahaan ini memiliki umur yang lebih tua dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Sebab itu, ia meminta Menteri BUMN Erick Thohir memberi perhatian pada perusahaan pelat merah tersebut.
“Saya mau meminta perhatian Pak Menteri untuk, satu, BUMN yaitu Perum PNRI Percetakan Negara Republik Indonesia. Ini BUMN tertua di Indonesia sebenarnya, bahkan lebih tua sejarahnya dibandingkan Jiwasraya. PNRI itu didirikan 1809, Jiwasraya itu 1859. Jadi luar biasa sejarahnya,” kata Hendrik dalam rapat kerja dengan Menteri BUMN di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/5/2021).
“Dan ada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012 yang memberikan penugasan Perum PNRI untuk mencetak lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, tambahan berita negara, dokumen pemilihan umum, bahkan mencetak kartu ATM, kartu kredit, kartu debit, smart card dan lain-lain,” sambungnya.
“Tapi hari ini kita tahu betul bahwa PNRI sudah mati suri, sayang juga ini Pak, dia mati suri. Sementara swasta berkibar untuk scope kerja yang sama. Memang betul PNRI tidak bisa memonopoli jasa percetakan misalnya ijazah atau administrasi pemilihan umum pasti harus lewat pengadaan barang dan jasa ada PP-nya juga. Tapi kan ini milik negara, kalau kita membiarkan BUMN ini mati sementara swasta merajalela di segmen pasar itu di mana keberpihakan kita dan di mana visi kita penguatan BUMN,” tambahnya.
Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, PNRI perlu perhatian karena PNRI merupakan perusahaan negara. Ia juga mengaku miris dengan kondisi PNRI. Jika PNRI kalah saing seharusnya pemerintah bisa memberikan bantuan.
“Saya miris nasib PNRI hari ini, karena swasta berkuasa di segmen pasar, di pangsa pasar yang mestinya harus menjadi captive market PNRI. Apa masalahnya Pak Menteri? Kalau memang kalah bersaing butuh capex yang besar, atau working capital untuk alih teknologi, switch teknologi ke teknologi digital ya dibantu Pak,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Erick Thohir tak secara detil mengungkap langkah apa yang ditempuh untuk BUMN yang berdiri pada 1809 tersebut. Meski begitu, Erick bercerita mengenai langkah-langkahnya membentuk holding BUMN yang saat ini mengalami keterlambatan.
“Mengenai pertanyaan mengenai PNRI ataupun kondisi-kondisi mengenai holdingisasi saya rasa nanti kita bisa jelaskan. Tapi intinya beberapa holdingisasi ini agak terlambat karena proses administrasi banyak kementerian, seperti apa yang kita canangkan di tahun kemarin targetnya 3 bulan, baru tahun ini bisa karena approval dari banyak kementerian ketika kita mau memergerkan itu perlu proses,” paparnya. (detikfinance/Bie)