Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan jadwal penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 dimajukan dua bulan dari jadwal yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, yakni dari November ke September 2024.
Usulan yang sudah disampaikan dan didiskusikan KPU kepada Presiden Jokowi ini dengan berbagai pertimbangan. Pertama, sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024. Di samping itu, keserentakan ini dalam hal terbentuknya pemerintah daerah dan legislatif daerah di tahun yang sama.
Sementara pemungutan suara yang baru digelar November 2024, terlalu dekat dengan rencana pelantikan pada Desember 2024, mengingat selalu ada kemungkinan digelarnya pemungutan dan penghitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua, untuk menjamin stabilitas nasional. Khususnya dalam hal keamanan. Sebab, pada Oktober 2024, akan terjadi suksesi kepemimpinan nasional di mana Jokowi akan lengser dari kursi presiden, digantikan dengan presiden baru hasil Pemilu 2024 pada bulan Februari.
Tentunya kabinet pemerintahan yang baru belum tentu terbentuk apabila pencoblosan Pilkada serentak digelar November 2024.
Kendala dari usulan KPU RI itu adanya ketentuan Pasal 201 ayat 8 UU Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.”
Selain itu, Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan DKPP, sudah menyepakati Pemilu serentak (Pileg dan Pilpres) 2024 digelar pada 14 Februari 2024 atau dimajukan dua bulan dari jadwal biasanya yakni April. Hal itu dengan pertimbangan agar tidak berdekatan dengan jadwal Pilkada serentak 2024 yang digelar pada 27 November.
Untuk mengakomodir usulan KPU ini ada dua cara, yakni merevisi UU Pilkada atau Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Abdul Wahid, menilai argumen KPU tersebut mengusulkan memajukan Pilkada serentak 2024 ke September sangat kuat.
“Tinggal kesiapan para penyelenggara. Jika mereka memandang ini perlu dan mereka sanggup melaksanakan mengapa tidak. Toh ini bukan soal substansi, tetapi berkaitan dengan teknis,” kata Abdul Wahid kepada jurnalbabel.com, Sabtu (27/8/2022).
Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, Pemerintah dan DPR tidak perlu merevisi UU Pilkada untuk mengakomodir usulan KPU ini.
“Cukup pakai Perppu saja. Hanya merubah satu pasal saja soal tanggal pelaksanaan saja,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai NasDem, Aminurokhman, menilai usulan KPU ini hanya masuk dari sisi sosial dan politik dalam rangka menjaga stabilitas nasional. Namun, katanya, dari aspek yuridisnya tidak masuk.
“Pada prinsipnya kita akan dukung, selagi KPU mampu memberikan argumentasi lebih rasional tapi tidak boleh melanggar aturan,” kata Aminurokhman saat dihubungi terpisah.
Lebih lanjut ia menjelaskan UU Pilkada menetapkan Pilkada serentak 2024 digelar pada November dengan asumsi jadwal Pemilu serentak 2024 pada April, atau tidak berubah seperti jadwal Pemilu sebelum-sebelumnya. Berjalannya waktu, DPR bersama Pemerintah memajukan Pemilu 2024 digelar pada 14 Februari.
“Kalau itu (Pilkada serentak 2024-red) November maju juga dua bulan, itu bisa kita diskusikan lebih lanjut,” ujarnya.
Anggota Baleg DPR ini mengatakan konsekuensi dari usulan KPU ini tentunya harus merevisi UU Pilkada atau Presiden terbitkan Perppu.
“Kan tidak mungkin wacana ini melanggar UU,” tegasnya.
Ia pun lebih sepakat usulan KPU ini diakomodir dengan diterbitkannya Perppu. Sebab, proses merevisi UU sangat panjang. Harus masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas atau jadi RUU komulatif terbuka.
“Kalau revisi bisa saja, tergantung dari para pihak saja, komitmen politik Pemerintah, KPU dan DPR. Ini kan ranah politik, sekecil apa pun celah yang tidak prosedural akan menjadi problem baru,” katanya.
Senada dengan Abdul Wahid dan Aminurokhman, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra Supriyanto menilai usulan KPU ini lebih mudah di implementasikan melalui Perppu apabila Pemerintah, DPR dan KPU bersepakat.
Namun ia memberikan catatan usulan KPU yang dinilainya yang cukup rasional itu perlu mempertimbangkan dua hal. Pertama, rentang waktu antara penetapan hasil Pemilu legislatif (Pileg) dengan pelaksanaan pendaftaran calon di Pilkada. Sebab, hasil Pileg akan digunakan untuk syarat sebagai pencalonan di Pilkada.
Kedua, payung hukum terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2024, yang mana dalam aturannya dilaksanakan pada bulan November 2024.
“Saya kira selama dua hal tersebut di atas bisa ada solusinya, maka usulan KPU cukup argumentatif dan realitis. Namun masih diperlukan kajian-kajian yang cukup memdalam,” kata Supriyanto.
Revisi UU Lebih Aspiratif
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid lebih sepakat usulan KPU ini diakomodir melalui revisi UU Pilkada dibandingan menerbitkan Perppu.
“Refisi Undang-Undang lebih aspiratif,” kata Anwar Hafid.
Untuk membahas usulan KPU tersebut, kata Anwar, Komisi II DPR akan berkoordinasi dengan pihak KPU. Sebab, tantangan Pemilu Serentak 2024 dengan semakin dekatnya waktu Pemilu nasional dan lokal, tambah Anwar, harus dihitung dengan kesiapan penyelenggara dan kondusifitas masyarakat terkait waktu Pemilu yang berdekatan.
Sekedar informasi, KPU belum menyampaikan secara langsung usulannya tersebut ke DPR, terutama Komisi II DPR sebagai mitra kerjanya. Pasalnya, Komisi II DPR baru menjadwalkan gelar rapat bersama Pemerintah, KPU, Bawaslu dan DKPP, pada pekan depan. (Bie)