Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Elnino M Husein Mohi, mengapresiasi luar biasa atas kinerja penyelenggara Pilkada serentak 2020 dapat berjalan sukses di tengah pandemi covid-19. Namun, ia memberikan catatan beberapa hal yang perlu dievaluasi.
Menurut Elnino, banyak peraturan-peraturan yang dikeluarkan KPU RI dan Bawaslu RI menguntungkan kepala daerah petahana. Sehingga, KPU/Bawaslu di daerah kesulitan menyampaikan kepada pemilih di daerah-daerah. Pada akhirnya, Komisioner KPU/Bawaslu di daerah dikenai sanksi oleh DKPP. Mulai dari sanksi peringatan, teguran tertulis, sampai diberhentikan dari jabatannya.
“Saya pernah jadi (Komisioner-red) KPU di daerah. Menurut saya penyakitnya masih sama, yaitu penyakitnya bukan di daerah, penyakitnya itu di KPU/Bawaslu pusat memberikan peraturan di internalnya masing-masing yang tidak konek. Sehingga penyelenggara di daerah, dia melaksanakan keputusan atasannnya dan disanksi oleh DKPP,” kata Elnino dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, terkait Evaluasi Pilkada Serentak 2020 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
“Jadi sebetulnya, Prof. Muhammad (Ketua DKPP-red) tidak perlu lagi untuk mensidang-sidangin orang kalau soal penyelenggarannya. Kalau soal moral, silakan pak. Soal etika, pribadi orang, selingkuh, itu soal etik tidak apa-apa. Tapi kalau yang poligami jangan ya pak. Siapa tahu itu halal. Mana tahu nanti orang protes lagi,” tambahnya.
Legislator asal Gorontalo ini mencontohkan kasus pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif atau TSM Pilkada di daerahnya dengan di Lampung.
“Di Gorontalo dengan di Bandar Lampung apa bedanya sih? Di Gorontalo tidak ada masalah, di Lampung bilangnya TMS oleh Bawaslu. KPU/Bawaslu pusat buat sosialisasinya kurang kena. Setiap daerah kok beda-beda perspektifnya. Pengertianya beda-beda. Nanti ini kalau KPU Bandar Lampung tetapkan calon kepala daerah terpilih sementara Bawaslunya bilang TMS, nah ini bagaimana? Nanti ada lagi yang bawa ke MK, DKPP, ada yang adukan KPU/Bawaslu daerah. Ini padahal penyakitnya ada di pusat,” ungkapnya menegaskan.
Politisi Partai Gerindra ini juga menyoroti lambatnya putusan DKPP dengan alasan mempertimbangkan seluruh saksi dan ditelaah dengan seksama. Sehingga, keputusan DKPP dikeluarkan setelah tahapan Pilkada selesai.
Lebih lanjut mantan jurnalis ini mencontohkan pelanggaran Pilkada di Kabupaten di daerahnya. Bawaslu setempat memutuskan salah satu pasangan calon (paslon) kepala daerah melakukan pelanggaran TSM, namun KPU menyebut hanya sistematis dan masif atau SM. Padahal paslon tersebut ikut Pilkada, dicoblos rakyat dan menang. Kemudian digugat ke DKPP dengan pengadu KPU/Bawaslu daerah.
“DKPP memutuskan yang diberikan sanksi pemberhentian dari jabatan dan peringatan keras adalah KPU. Artinya KPU yang meloloskan calon diberikan peringatan keras karena keputusannya keliru. Nah, Pilkada sudah selesai, terus kita mau gimana ini? tanya Elnino.
Sebab itu, mantan anggota DPD RI Gorontalo ini meminta penyelenggara Pilkada/Pemilu harus memberikan kepastian hukum.
“Inilah kalau ini negara hukum, penyelenggara kasih hukum yang pasti. Dan kasih kepastian kapan ini masalah selesai sebelum Pilkada dilanjutkan,” pungkasnya.
Fokus Pelanggaran Etik
Menanggapi pernyataan Elnino, Ketua DKPP Prof Muhammad mengatakan ada semangat dari pihaknya bahwa proses pengambilan keputusan majelis etik DKPP itu cepat. Namun, lanjutnya, pihaknya terikat pada satu aturan DKPP Nomor 3 tentang Pedoman beracara bahwa putusan itu diambil paling lambat 30 hari setelah sidang dinyatakan selesai.
“Rata-rata dua pekan sudah kita putus. Jadi DKPP bisa membaca aspirasi publik supaya sifat putusan DKPP ini bisa menjawab kepastian hukum,” kata Muhammad.
Mantan Ketua Bawaslu RI ini juga menegaskan bahwa pihaknya hanya konsen pada pelanggaran etik. Pihaknya bahkan berusaha menahan diri tidak masuk pada pelanggaran teknis pemilu dan teknis pengawasan, meskipun harus menangkap pesan-pesan cepat dan kepastian hukum.
“Jadi UU yang diserahkan ke kami tidak memberikan mandat diluar penegakan etik. Biar teknis menjadi kewenangan Bawaslu/KPU,” tegasnya. (Bie)