Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi XI DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BPK dan BPKP pada Rabu (7/9/2022) di Gedung DPR RI Senayan Jakarta. RDP ini membahas tentang Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPK dan BPKP dalam RUU APBN 2023.
Dalam rapat ini, anggota Komisi XI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan beberapa catatannya. Pertama, wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menekankan bahwa BPK perlu memiliki pandangan menyeluruh terhadap postur RAPBN 2023.
Selain itu, BPK juga perlu mencermati hal-hal yang menurut pemerintah menjadi beban APBN. Seperti diketahui, pemerintah menyampaikan bahwa dana pensiun, gaji ASN, TNI, POLRI hingga subsidi BBM, menjadi beban bagi APBN.
Oleh karenanya pemerintah melakukan perubahan postur anggaran sehingga terjadilah kenaikan harga BBM bersubsidi yang mendapat reaksi negative luar biasa dari masyarakat.
Sebagai satu-satunya Lembaga eksternal pemerintah yang memiliki mandat konstitusi untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, BPK diharapkan dapat betul-betul mengawal APBN yang menjadi instrument untuk kesejahteraan rakyat.
APBN ini harus dikelola dengan sebaik-baiknya, sehingga manfaatnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat sesuai Undang-Undang.
“Peran BPK disini sangat krusial memastikan bahwa APBN itu bukan hanya punya manfaat kepada pembangunan, tapi juga terukur akuntabilitasnya,” kata Anis.
Anis juga memberikan apresiasi terhadap nilai kinerja BPK pada Tahun 2021 yang meningkat dibandingkan nilai kinerja Tahun 2020 yaitu mencapai angka 102,47 dari sebelumnya pada angka 98,68.
Capaian dari tiga Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2021, yaitu: (1) Tingkat kualitas dan manfaat tata kelola keuangan negara berdasarkan hasil pemeriksaan BPK sebesar 74,19 persen atau mencapai 101,63 persen dari target sebesar 73 persen; (2) Indeks kepuasan pemangku kepentingan atas manfaat hasil pemeriksaan dengan nilai 4,25 (sangat memuaskan) atau mencapai 101,19 persen dari target yang ditetapkan sebesar 4,20; (3) Nilai quality assurance reformasi birokrasi dengan nilai 88,17 (A) atau mencapai 108,48 persen dari target yang ditetapkan yaitu 81,28 (A).
“Dengan adanya apresiasi ini, melihat kontribusi dan hasilnya, maka ketersediaan dukungan anggaran sangat penting. Jadi kami sangat mendukung ajuan BPK untuk penambahan anggaran,” tutur Anis.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini mengingatkan tentang komitmen BPK di Tahun 2023 untuk melanjutkan berbagai reformasi dalam melaksanakan salah satu misinya yaitu melaksanakan tata kelola organisasi yang transparan dan berkesinambungan agar menjadi teladan bagi institusi lain di Indonesia. Namun, Anis juga mengingatkan bahwa Tahun 2023 merupakan tahun politik menjelang 2024.
“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPK. Keuangan negara harus dijaga agar mengalir sesuai dengan peruntukannya dan tidak menjadi anggaran politik 2024. BPK perlu menyiapkan Langkah-langkah strategis sebagai komitmen BPK dalam melaksanakan tata kelola yang transparan dan berkesinambungan,” ujarnya.
Terakhir, politisi senior PKS ini mengingatkan agar BPK melakukan sosialisasi lebih massif mengenai kinerjanya yang belum banyak diketahui masyarakat. Sebagian masyarakat masih menilai bahwa hasil audit BPK masih bersifat administratif. Selain itu, masih ada persepsi bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK hanya untuk memenuhi indeks kinerja utama dan santernya isu BPK kekurangan auditor.
“Padahal untuk melakukan pemeriksaan itu anggarannya sangat besar dengan SDM yang luar biasa,” pungkas Anis.