Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, menyarankan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menindaklanjuti laporan Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil dengan meneliti ulang Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Umum Tahun 2024.
“Saran saya sebagai Anggota Komisi II, KPU coba ini diteliti ulang. Laporan masyarakat ini diperiksa, dikonfirmasi,” terang Ongku kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (20/6/2023).
Perkumpulan Warga Negara untuk Pemilu Jurdil hingga kini mengaku masih menunggu ajakan KPU untuk mencocokan DPS yang dinilai janggal atau aneh. Apalagi angka temuannya mencapai 52 juta dalam DPS untuk Pemilu 2024. Meski belakangan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, data yang disampaikan Perkumpulan itu dipertanyakan.
Datanya sendiri disampaikan Juru bicara Perkumpulan Warga Negara Untuk Pemilu Jurdil, Dendi Susianto, berasal dari salinan (copy) DPS yang diberikan KPU ke partai politik. Meski ia tidak menjelaskan parpol apa yang memberikan copy DPS tersebut.
Menurut Ongku, masukan dari kelompok masyarakat terkait DPS adalah sesuatu yang positif. Karena muaranya adalah untuk peningkatan kualitas demokrasi. Untuk itu, KPU sepatutnya menindaklanjuti dengan mencocokkannya.
“Monggo, ini diperiksa bersama-sama. KPU juga harus lapang dada memeriksa. Ini kan koreksi sebelum kita menentukan DPT,” tegasnya.
Dari pernyataan Perkumpulan, lanjut Ongku, cara mencocokkan dan menemukan data janggan di DPS sebenarnya sederhana. Sebab tinggal di short untuk kolom nama, akan keluar semua nama. Misalnya dishort untuk nama dengan awal A, maka akan muncul semua nama dengan awalan A.
Begitu juga untuk short usia dalam DPS. Disitu akan kelihatan apakah ada calon pemilih yang usianya dibawah 17 tahun atau bahkan usianya sudah lebih dari 100 tahun. Dari data itu pula, nantinya bisa dicocokkan apakah ada DPS yang ternyata sudah meninggal tetapi masih terdaftar di DPS.
Di sisi lain, Anggota Fraksi Partai Demokrat itu juga mengingatkan KPU soal warga negara asing di Indonesia. Kata dia, e-KTP WNI dan e-KTP WNA memang berbeda. Untuk WNI, e-KTP warnanya biru sementara e-KTP WNA warnanya orange.
“Sebelumnya KTP mereka biru juga, tapi waktu itu diprotes akhirnya dibedakan. Akan tetapi kalau difoto kopi kan sama,” kata Ongku.
Ditegaskan dia, warga negara asing dalam Pemilu yang jumlahnya lumayan besar ini berpotensi menjadi masalah ke depan. Sebab itu, KPU harus mengantisipasinya. Sebab pada hari-H pemilihan, menentukan pilihan di bilik suara bisa dilakukan hanya dengan menunjukkan e-KTP.
“Nanti memilih kan boleh juga pakai KTP, tidak harus dia terdaftar disitu. Ini berpotensi jadi masalah nantinya. Kami minta kepada KPU bagaimana supaya hal ini diantisipasi lebih awal supaya tidak terjadi,” pungkasnya.
(Bie)