Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo, meminta Pemerintah wajib menerapkan skala prioritas dalam mengatur ruang fiskal negara untuk memenuhi aspirasi masyarakat.
Hal ini disampaikan terkait rencana Presiden Jokowi akan menaikkan harga BBM pada Juni tahun ini.
“Dengan mempertimbangakan kemampuan fiskal dan dampaknya secara menyeluruh, pemerintah berupaya untuk membuat keputusan yang sangat bijak dan imbang. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha untuk mengelola sumber daya negara dengan hati-hati, namun dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi,” kata Sartono, Rabu (29/5/2024).
Politikus Demokrat ini menilai, Pemerintah harus kreatif dan inovatif agar tetap mengelola kebijakan fiskal yang prudent dan kredibel.
“Pemerintah harus dapat melindungi masyarakat dari goncangan ekonomi global melalui kebijakan yang melindungi daya beli masyarakat termasuk didalamnya melalui subsidi energi,” ujar legislator dapil Jatim VII ini.
Karena itu, Sartono mengatakan, Pertamina saat ini sudah berupaya penuh dalam mengimplementasikan BBM subsidi tepat sasaran. Disemua SPBU telah diterapkan dan sudah berjalan dengan baik.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan akan menghitung dan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara terkait potensi kenaikan harga BBM pada Juni mendatang setelah ditahan sejak awal tahun.
Selain itu, kemampuan APBN untuk melakukan subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik.
Menurut Presiden, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.
Kepala Negara menilai keputusan pemerintah terhadap harga BBM menyangkut hajat hidup orang banyak.
Seperti diketahui, pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM baik subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 2024.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam kesempatan sebelumnya mengungkapkan pertimbangan pemerintah menahan harga BBM untuk tetap stabil hingga Juni 2024,
Di sisi lain, gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS membuat kompensasi dan anggaran subsidi BBM di dalam negeri membengkak.