Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mempertanyakan banyaknya temuan dalam rekapitulasi surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tahun 2009-2023 yang belum ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Hal ini disampaikan Supriansa dalam Rapat Kerja Komisi III yang turut menghadirkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana saat membahas Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait transaksi janggal Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.
“Saya mencoba menyandingkan rekapitulasi surat yang telah disampaikan oleh Ibu Sri Mulyani antara 2009-2023 ini, maka ada nomor 1 sampai nomor 15 di sini (rekap surat PPATK 2009-2023) di mana pada poin-poin ini, saya memulai tahun 2009 ada enam surat yang belum ada tindak lanjut dari APH-nya,” kata Supriansa di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Supriansa juga mempertanyakan dalam rekapitulasi tersebut hanya nampak temuan dengan nominal kecil yang sudah ditindaklanjuti oleh APH, sedangkan nominalnya besar masih belum ada tindak lanjutnya.
“Saya masuk pada di nomor 6 (bahwa) Rp 55 triliun ini jumlah yang sangat besar tetapi ditindaklanjuti oleh aparat kita belum ada laporannya di sini. kemudian yang lebih besar dari itu adalah pada tahun 2020, Rp199 triliun menurut laporan yang kami terima pada kesempatan ini belum ada ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum kita,” paparnya seperti dikutip dari situs resmi DPR RI.
Dari laporan ini, Supriansa kemudian ikut mempertanyakan kendala apa yang dialami oleh APH sehingga laporan-laporan dengan angka yang besar tersebut belum juga kunjung ditindaklanjuti.
“Apa kendala yang dihadapi oleh APH kita, sehingga tidak menindaklanjuti sembilan poin (dalam rekap) tadi itu? Yang sudah ditindaklanjuti itu baru enam dari 15 poin laporan. Lebih banyak yang belum ditindaklanjuti daripada ditindaklanjuti,” tanya Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Supriansa kemudian bertanya siapa saja yang terlibat pada laporan dengan nominal angka yang besar tersebut, sehingga dinilainya sulit untuk APH menindaklanjuti laporan tersebut.
“Siapa sebenarnya yang mesti bertanggung jawab? Kenapa mesti berlarut-larut, dari tahun 2009 sampai pada 2023,” sambungnya.
Ia pun turut mempertanyakan, sudah sejauh mana berjalannya kasus tersebut sehingga membutuhkan 14 tahun belum juga kasus tersebut ditindaklanjuti.
“Apakah ini di kepolisian, apakah di KPK, apakah ini di Kejaksaan, apa kendalanya? Sehingga sulit (diusut),” pungkasnya.
(Bie)