Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto buka suara mengapa buronan Kejaksaan Agung (Kejagung) sekaligus terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.
Dari hasil pengamatannya, Djoko Tjandra bisa masuk ke Indonesia mengajukan PK sampai bisa memperpanjang paspor serta membuat data pribadi lainnya akibat red noticenya sudah di cabut oleh Interpol National Central Bureau (NCB) untuk Indonesia pada 13 Mei 2020.
Politisi Partai Gerindra ini mempertanyakan pencabutan red notice Djoko Tjandra tersebut yang sudah buron sejak 2009 itu. “Yang harus kita dalami adalah atas permintaan siapa NCB itu mencabut red notice dan kenapa NCB mencabut red notice itu?,” kata Wihadi saat dihubungi, Kamis (9/7/2020).
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini menjelaskan bahwa pencabutan red notice harus sepengetahuan Kejaksaan dan pengadilan.
“Harus dipertanyakan kalau red notice dicabut oleh NCB, apakah ini sepengetahuan Jaksa, pengadilan? Karena status Djoko sudah terpidana. Ini lah yang mesti harus kita lihat pangkalnya,” ujarnya.
Wihadi menambahkan Komisi III DPR akan memanggil Polri untuk mempertanyakan masalah ini.
“Kita juga akan pertanyakan kepada Polri masalah surat NCB yang mencabut red notice Djoko Tjandra,” pungkasnya.
Sebelumnya, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Dirjen Imigrasi Kemenkumham ke Ombudsman RI perihal dugaan malaadministrasi hingga membuat Djoko masuk Indonesia. Laporan itu diajukan pada Selasa (7/7/2020).
Selain melaporkan Dirjen Imigrasi, MAKI juga melaporkan Sekretaris NCB Interpol dan Lurah Grogol Selatan ke lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menerangkan bahwa laporan terhadap Sekretaris Interpol NCB dilakukan terkait dengan nama Djoko yang tidak masuk red notice.
Pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejagung.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Lalu pada 8 Juni, Djoko Tjandra disebut berada di Indonesia dan mengajukan PK.
“Dia berdalih 2014 tidak ada permintaan dari Kejagung. Kenapa tidak di 2015, 2016, 2017, 2018, tiba tiba di 2020. Nah, dugaannya memang jangan-jangan ini seperti membuka pintu Djoko Tjandra bisa masuk,” ucap dia. (Bie)
Editor: Bobby