Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Yohan, tidak ingin pemberian bantuan sosial (bansos) tambahan berupa bantuan gaji sebesar Rp 600 ribu selama 4 bulan yang dimulai pada September mendatang bagi sebagian pekerja di sektor swasta dengan kriteria memiliki upah di bawah Rp 5 juta yang sedang dikaji oleh pemerintah, senasib dengan program kartu prakerja.
Pasalnya, kata Yohan, pemberian bansos tambahan kepada 13 juta pekerja tersebut sangat erat kaitannya dengan masalah pendataan. Sementara, pemerintah tidak memiliki data yang akurat mengenai pekerja yang gajinya dibawah Rp 5 juta. Belum lagi masing-masing kementerian/lembaga mempunyai data yang berbeda-beda.
Hal ini menurut Yohan terkait pendataan yang tidak akurat berakibat pada yang berhak menerima bansos dari pemerintah tidak tepat sasaran. Hal ini yang juga yang membuat program kartu prakerja bermasalah, tidak tepat sasaran dan dihentikan sementara oleh pemerintah.
Sebab itu, anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini sangat mewanti-wanti pemerintah untuk memperhatikan dan membenahi masalah pendataan penerima bansos tambahan ini agar tidak senasib dengan program kartu prakerja.
“Setuju sekali, jangan sampai pemberian bansos tambahan bagi pekerja dengan upah dibawah Rp 5 juta senasib dengan program kartu prakerja,” kata Ahmad Yohan saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).
Lebih lanjut Yohan mengatakan dibutuhkan tim pengawas yang kuat dan jujur agar anggaran yang disiapkan pemerintah untuk bansos tambahan ini sekitar Rp 31 triliun tidak diselewengkan dan di manipulasi.
“Tim pengawas ini bisa dari DPR, bisa kelompok Independent atau tim yang dibentuk khusus untuk mengawasinya,” ujarnya.
Selain itu, tambahnya, pemerintah perlu membuat tim yang terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif, serikat pekerja, LSM dan lainnya untuk jalankan pemberian bansos tambahan. Namun tetap, katanya, leading sectornya berada di Kemenaker.
“Semoga Kemenaker punya data yang akurat soal ini,” harapnya.
Harus Segera
Legislator asal Nusa Tenggara Timur ini mengatakan sejauh ini pemerintah sudah diberikan banyak hak istimewa secara UU untuk memulihkan perekonomian akibat pandemi Covid-19. Mulai dari kebijakan anggaran APBN dan defisit APBN dibuka, sekalipun meminimalisir hak budgeting DPR. Skemanya adalah melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Termasuk anggaran stimulus untuk pekerja dengan gaji dibawah Rp 5 juta.
“Dengan privilege pemerintah yang demikian luas, maka mestinya, proses realisasinya lebih cepat dan tepat sasaran. Jika masih lelet dan disumbat oleh soalan data, maka bisa jadi pada kuartal III 2020, kontraksi pertumbuhan ekonomi bisa lebih dalam. Tentu kita tak ingin hal itu terjadi,” katanya.
Yohan juga mengkritik pemerintah terlalu forsir memberikan stimulus melalui dana PEN pada kelompok usaha besar dan UMKM. Tapi lupa menggenjot sisi fundamental pertumbuhan seperti konsumsi Rumah Tangga (RT) baik terhadap kelompok miskin dan pekerja. Padahal produk UMKM juga akan dibeli di pasar ritel, manakala daya beli masyarakat stabil.
“Bila ada stimulus untuk golongan pekerja dengan kriteria tertentu, ini akan mendorong daya beli masyarakat,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, relaksasi dan stimulus terhadap konsumsi RT juga dibutuhkan, sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi dari sisi kelompok pengeluaran dalam struktur PDB.
“Namun lagi-lagi sejauh ini, pemerintah punya problem soal pendataan terhadap kelompok yang berhak mendapat stimulus. Akibatnya kadang stimulus tidak tepat sasaran. Ini harus dibenahi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah tengah fokus meningkatkan penyerapan anggaran program PEN. Berbagai rencana tengah digodok, guna menggenjot kembali roda perekonomian nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, salah satu rencana yang akan dilakukan guna mempercepat penyerapan anggaran PEN adalah, pemberian santunan bagi para pegawai yang bekerja di sektor swasta.
Rencananya, pemerintah akan memberikan santunan kepada pegawai swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
“Pemerintah sedang kaji untuk menyiapkan pemberian bantuan gaji kepada 13 juta pekerja yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta,” kata Sri Mulyani, Kamis (6/8/2020).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambah, untuk merealisasikan rencana tersebut, anggaran belanja yang dibutuhkan akan mencapai Rp 31,2 triliun.
Melalui rencana dan program PEN lain-nya, Sri Mulyani berharap anggaran yang telah disiapkan pemerintah guna merespon pukulan telak dari pandemi Covid-19 dapat segera tersalurkan.
“Ini dilakukan karena sampai dengan Agustus ini penyerapan program PEN masih dirasa perlu untuk ditingkatkan,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo(Jokowi) berencana memberi bantuan berupa bantuan uang tunai atau gaji kepada setiap pegawai swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan rencana pemberian bantuan ini masih difinalisasi di internal pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan.
Dia menjelaskan, munculnya wacana ini karena pemerintah ingin mendongkrak daya beli masyarakat guna menopang laju konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Bantuan ini perluasan di luar penerima (bansos) untuk membantu daya beli masyarakat. Mereka yang dapat bantuan ini dipastikan terdampak pandemi, tapi di luar penerima bansos,” kata Yustinus, Selasa (4/8/2020). (Bie)