Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, menyoroti minimnya jumlah kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan kategori Bukan Penerima Upah (BPU) dari pekerja sektor informal atau pekerja yang menjalankan aktivitas ekonomi di luar sistem resmi yang diatur pemerintah.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, dari 83,82 juta pekerja informal, hanya 0,80 persen yang terdaftar Jaminan Hari Tua (JHT) dan 11,81 persen terdaftar Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) – Jaminan Kematian (JKM).
Menurut Ashabul, data tersebut sangat memprihatinkan. Sebab itu, ia mempertanyakan apa langkah konkrit dan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan untuk mengatasi minimnya kepersertaan pekerja informal tersebut.
Ia juga mempertanyakan, mengapa regulasi yang ada belum mampu menarik minat pekerja informal jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini yang bapak tidak kemukakan apa solusinya, rekomendasinya. Ini penting pak, karena kalau kita lihat jumlahnya begitu besar, yang dicapai belum sampai 1 persen pun, ini sangat memprihatinkan,” ujar Ashabul Kahfi dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan Sekjen Kemenaker dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Untuk meningkatkan peserta BPJS Ketenagakerjaan kategori BPU dari pekerja informal, Ashabul Kahfi mengusulkan diberikannya insentif khusus bagi pekerja informal agar menarik minat menjadi peserta.
“Saran saya perlu strategi insentif khusus bagi pekerja informal. Misalnya, subsidi iuran bagi kelompok rentan. Kemudian sistem pembayaran iuran yang lebih fleksibel atau integrasi kepersertaan dengan program Bantuan Sosial lainnya,” kata Ashabul Kahfi.
Selain itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyoroti rekomendasi kepersertaan JHT bagi Bukan Penerima Upah (BPU) dari pekerja sektor informal yang bersifat wajib.
Ia menilai, hal tersebut perlu dikaji ulang karena akan menimbulkan masalah baru jika tidak diiringi dengan mekanisme yang mempermudah kepersertaan. Ditambah, banyak pekerja informal yang tidak memiliki penghasilan tetap.
“Mewajibkan kepersertaan tanpa solusi pembiayaan ini bisa menjadi beban tambahan bagi mereka. Rekomendasi saya, tidak perlu wajib, kita pakai semi wajib saja. Kalau wajib terlalu mengikat. Kalau semi wajib ada klaster disitu sehingga tidak terlalu mengikat,” tuturnya.
Legislator asal dapil Sulawesi Selatan ini menambahkan, perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama pekerja informal terkait sangat pentingnya tercover menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, masyarakat saat ini lebih tahu manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan dibandingkan jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Paling tidak untuk mengcover mereka di Jaminan Kecelakaan Kerja. Mereka yang rentan, petani, buruh, nelayan. Apalagi hari ini cuaca sangat ekstrem, bencana terjadi dimana-mana, nah mereka belum dapat perlindungan sama sekali,” pungkasnya.
(Bie)
