Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi II DPR mengusulkan UU Pilkada atau UU Pemilu mentiadakan calon kepala daerah melawan kotak kosong atau calon tunggal dalam penyelenggaran Pilkada ke depannya.
Hal itu dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, terkait Evaluasi Pilkada Serentak 2020 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021), menyusul KPU RI tidak menjelaskan secara rinci siapa pemenang 25 daerah dengan calon tunggal melawan kotak kosong di Pilkada serentak 9 Desember 2020.
Syamsurizal khawatir apabila calon tunggal ini kalah melawan kotak kosong, maka proses penyelenggaran pemerintahan di daerah menjadi terganggu. Seperti yang terjadi di Pilwalkot Makassar pada 2018, dimana Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) kalah melawan kotak kosong.
Pada akhirnya, Gubernur Sulawesi Selatan terpaksa menunjuk pelaksana tugas (Plt) Wali Kota sampai tiga kali yang berasal dari kepala dinas setempat yang rangkap jabatan.
Menurut Syamsurizal, hal itu membuat kesan penyelenggaran pemerintahan di Indonesia tidak efektif karena APBD-nya tidak berjalan dengan baik, akibat kewenangan Plt Kepala Daerah terbatas.
“Padahal kita tidak perlu meletakan mereka dengan aturan boleh seorang calon melawan kotak kosong. Semestinya ini yang harus kita hindari,” kata Syamsurizal.
Sekedar informasi, saat ini Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang melakukan harmonisasi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (RUU Pemilu), yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
RUU inisiatif Komisi II DPR ini juga diwacanakan menggabungkan beberapa UU terkait Pemilu. Salah satunya UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Lebih lanjut Syamsurizal yang juga anggota Baleg DPR ini berpandangan tidak etis apabila calon kepala daerah menang melawan kotak kosong dalam proses demokrasi di Indonesia. Padahal hal itu kata dia, bisa ditutupi dengan mengemas format administrasi yang demokratis.
Misalnya, Pilkada di suatu daerah yang hanya ada dua pasangan calon, salah satu meninggal dunia secara mendadak jelang pemilihan, maka partai pengusungnya segera mencarikan calon penggantinya. Atau KPU memberikan rekomendasi calon pengganti yang tidak mendapatkan dukungan partai politik maju Pilkada (calon independen) sebagai penggantinya.
“Kita bisa siapkan pola administrasi memungkinkan orang lain untuk menggantikan calon yang tidak dapat ikut karena halangan tertentu. Sehingga, masyarakat bisa lega memilih satu calon menjadi dua calon yang mereka pilih,” ungkapnya.
Politisi PPP ini menambahkah tentunya hal ini tidak menjadi tontonan pihak luar bagaimana proses penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Padahal azaz demokrasi di negeri ini yang sudah berjalan dengan baik dan ini harus teruskan.
“Saran kami ke depan untuk Pilkada di saat kita sedang menyusun revisi UU Pilkada atau UU Pemilu dan UU lainnya, untuk tidak diberi rekomendasi pemilihan dengan calon melawan kotak kosong. Disiapkan bagaimana sistem administrasinya, formatnya bagaimana dan memungkinkan calon yang meninggal atau berhalangan dapatkan penggantinya,” katanya.
Menanggapi hal itu, Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan 25 daerah di Pilkada serentak 2020, tidak ada calon kepala daerah yang kalah melawan kotak kosong. Meski demikian, Tito mengatakan pihaknya terbuka membahas usulan Komisi II DPR tersebut.
“Mengenai aturannya, saya kira kita bicarakan dalam Panja. Ini pasti pro kontra. Apakah kotak kosong itu boleh apa tidak? Aturan sekarang membolehkan. Kalau ada keinginan merubah, ya nanti dibahas di Panja,” kata Tito Karnavian.
Seluruh fraksi di Komisi II DPR bersama Pemerintah sudah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengevaluasi penyelenggaran Pilkada serentak 2020. (Bie)