Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengajak pemerintah untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Sukamta mengatakan pentingnya RUU ini untuk melindungi data rakyat Indonesia setelah kebocoran data kembali terjadi. Khususnya setelahnya ada dugaan kebocoran data 2 juta pengguna BRI Life yang diperjualbelikan di internet oleh hacker yang belum teridentifikasi.
” RUU PDP harus segera diselesaikan agar data rakyat terlindungi. Saat ini hambatan utama mengenai lembaga pengawas harus segera diatasi,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/7/2021).
Pembahasan lanjutan RUU PDP berhenti akibat perbedaan pendapat mengenai posisi lembaga PDP. Pemerintah melalui Kominfo ingin Lembaga PDP berada di bawah Kominfo, sementara DPR ingin sebuah lembaga independen di bawah Presiden.
Menurut Sukamta, lembaga PDP harus bersifat independen, memiliki otoritas mengawasi, menyelidiki, menengahi masalah antara pemilik dan pengguna data hingga memutuskan perkara sengketa data.
“Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka posisi lembaga ini harus independen bukan di bawah kementrian namun sebuah badan atau komisi khusus,” jelasnya.
Lebih lanjut Sukamta mengungkapkan posisi lembaga pengawas ini apabila bawah Kominfo akan memberikan beberapa kendala. Pertama, perlindungan data lebih luas dari tupoksi Kominfo. Kedua, apabila menyangkut data kementrian/lembaga. Ketiga, apabila data menyangkut negara lain yang mensyaratkan perkara data ini bisa dilakukan hanya dengan lembaga yang memiliki kewenangan setara yaitu independen bukan di bawah kementrian.
Wakil ketua Fraksi PKS DPR RI ini mengkritik Kominfo atas situasi perlindungan data yang semakin mengkhawatirkan.
“Kebocoran data terus berulang tapi Kominfo seperti tidak memiliki sense of crisis. Hal ini terlihat dari sikap, kebijakan dan cara kerja Kominfo dalam menghadapi kebocoran data. Saat ini saja Kominfo tidak punya taji menghadapi kebocoran dan sengketa data. Saya yakin kalau lembaga PDP dibawah Kominfo tidak akan memberikan dampak signifikan,” paparnya.
Legislator asal Yogyakarta ini menambahka, “Kerja Kominfo yang sering muncul ialah penanganan perkara pemblokiran situs. Sedangkan perkara cyber security, penipuan online, penyebaran dan penggunaan data pribadi ilegal tidak pernah jelas penyelesaianya,” tambah doktor lulusan Inggris ini.
Pemberitaan sebelumnya menyebutkan telah terjadi kebocoran data 2 juta pengguna BRI Life, perusahaan asuransi milik BRI. Saat ini BRI Life bersama dengan tim independent yang memiliki spesialisasi di bidang cyber security tengah melakukan penelusuran jejak digital dalam rangka investigasi dan melakukan hal-hal yang diperlukan guna meningkatkan perlindungan data pemegang polis BRI Life.
(Bie)