Ditulis Oleh:
Elnino M. Husein Mohi
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Gerindra
Daerah Pemilihan Gorontalo
Bukan salah Fajar dia ngetop. Bukan salah Nono dari NTT, namanya berkibar secara internasional tetapi kurang ngetop di negeri sendiri. Bukan salah “popular culture” (budaya pop) kita pula ketika terjadi perbedaan pendapat soal ini, apa pun argumennya. Bukan pula salah pemerintah, bukan salah siapa-siapa. Tidak ada yang perlu menunjukkan tangan kepada siapa pun.
Kedua anak itu memberikan teladan masing-masing kepada anak kita. Fajar Sadboy yang lahir di daerah saya di Gorontalo (penduduk daerah ini berjumlah 0,04 % dari seluruh penduduk Indonesia) memberikan keteladanan tentang “tak pernah putus asa”.
Di bidang seni peran (dia berperan dalam ‘seni menangis’) dia telah menunjukkan kejayaan, setelah sebelumnya anak yang putus sekolah itu susah sekali, bahkan untuk cari makan sekalipun. Fajar adalah orang yang mencoba konsisten dan berkarya dalam seni menghibur orang dengan caranya (patut diakui bahwa namanya juga seniman, pasti ada yang merasa tidak terhibur).
Nono memberikan teladan yang mirip tapi tak serupa, yaitu “tak pernah putus asa”. Dalam hal ini Nono adalah anak yang mencurahkan energinya walaupun bersaing dengan seluruh dunia, di bidang Matematika, suatu mata pelajaran yang tidak disukai oleh sebagian orang.
Nono kemudian menjadi juara Matematika dunia setelah mengalahkan peserta yang jumlahnya sekitar 7000 orang dari berbagai pelosok dunia. Sebagian orang tua, karena bangga dengan Nono, menjadikannya teladan bagi anaknya sendiri walaupun kemungkinan besar tahu bahwa “takkan jatuh buah jauh dari pohonnya”.
Setiap orang ada kelebihannya, setiap orang ada kekurangannya, setiap orang ada rezekinya dari Tuhan. Saatnya orang-orang dewasa seperti kita memahami segala fenomena yang seperti ini untuk introspeksi diri. Bahwa tidak ada manfaatnya jadi haters dan fokuslah mendidik mental anak-anak kita agar mereka tidak mudah berputus asa dalam hal apa pun itu.
Mengenai ada perdebatan tentang Fajar atau Nono, bagi saya yang menyukai keduanya, itu hanya perdebatan popular culture saja semacam debat tentang mana yang lebih bagus jazz atau dangdut, Ronaldo atau Messi, film Korea atau film Amerika, dll, dimana semua orang boleh berkomentar apa pun tentang itu.