Jakarta, JurnalBabel.com – Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Rabu (15/2/2023), menyetujui pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna DPR RI terdekat.
Namun dari 9 fraksi yang ada di Baleg DPR, terdapat dua fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ditambah DPD RI menolak Perppu Cipta Kerja ini disahkan menjadi UU.
Anggota Baleg DPR Fraksi PKS, Amin Ak, menyampaikan penolakan fraksinya terhadap pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Ia menyebut penerbitan Perppu Cipta Kerja bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam perkara pengujian formil UU Nomor 2 Tahun 2020 Cipta Kerja, karena tidak mengakomidasi poin-poin perbaikan yang diperintahkan oleh MK.
“Fraksi PKS menilai bahwa Peprpu tentang Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja sehingga penerbitan Perpu ini tidak menggugurkan status ‘inkonstitusional bersyarat’ terhadap UU tentang Cipta Kerja,” kata Amin Ak dalam rapat kerja Baleg DPR dengan Pemerintah dan DPD RI dalam rangka pengambilan keputusan atas hasil pembahasan Perppu Cipta Kerja, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Lebih lanjut, Amin AK menyebut penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.
“Fraksi PKS menilai alasan Pemerintah untuk menerbitkan Perpu tidak terukur dan kurang tepat, dibandingkan dengan melakukan revisi terhadap UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi di DPR sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja”, tegasnya.
Menurut Amin, meskipun ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil. Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi.
“Oleh sebab itu, Fraksi PKS menilai bahwa berdasarkan kondisi ekonomi tersebut, maka tidak ada urgensi yang genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar untuk Pemerintah menebitkan Perppu,” jelasnya.
Selain itu, Anggota Komisi VI DPR ini pun beranggapan keputusan Pemerintah untuk menerbitkan Perppu dengan mengesampingkan pilihan untuk melakukan revisi UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi dengan melibatkan DPR.
“Hal ini merupakan manifestasi kekuasaan yang jauh dari penghormatan terhadap semangat demokrasi yang mengedepankan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya”, ujarnya.
Atas dari itu, imbuh Amin, Fraksi PKS meminta agar Perppu Cipta Kerja dicabut dengan mengatur segala akibat hukum dari pencabutan tersebut. Di sisi lain, meminta agar segera melakukan revisi terhadap UU Cipta Kerja.
“Kami, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), mendorong agar dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme perubahan undang-undang di DPR dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna dan maksimal sejalan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Formil UU Cipta Kerja,” pungkasnya.
(Bie)