Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa), menyatakan indikasi perombakan susunan kabinet Presiden Prabowo Subianto semakin kuat, terutama setelah Presiden beberapa kali secara terbuka menyampaikan evaluasi terhadap kinerja para menterinya.
Hensa memprediksi, perombakan kabinet bisa saja terjadi dalam waktu dekat, kemungkinan setelah perayaan Idul Adha dan menjelang bulan Oktober 2025 bertepatan dengan satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo.
“Saat ini mungkin masih dalam suasana Haji, ada beberapa menteri yang sedang bertugas di Mekkah untuk mengelola atau memantau pelaksanaan Haji. Jadi kan kalau kita kira-kira, berarti waktunya sudah mulai dekat. Mungkin saja setelah Idul Adha hingga Oktober 2025, karena kalau dilihat keinginan Pak Prabowo segera meluncurkan program unggulan seperti Koperasi Merah Putih dan Sekolah Rakyat,” kata Hensa dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).
Hensa menegaskan, reshuffle memang mungkin terjadi, mengingat Presiden Prabowo sendiri pernah memberikan penilaian terhadap kinerja kabinetnya secara terbuka.
“Kalau kita lihat, waktu itu kan presiden pernah mengatakan bahwa dia menilai pemerintahan dia saat ini poinnya 6. Nah pasti kan presiden juga ingin meningkatkan kinerja pemerintahan, dari 6 jadi 7, 7 jadi 8. Itu kan pasti ada pergantian-pergantian. Waktu itu dinilai dalam waktu 6 bulan, sekarang sudah 7 bulan,” ujarnya.
Terkait skala reshuffle, Hensa memprediksi perubahan kabinet akan bersifat terbatas. Hanya sekitar 25 persen dari total 108 menteri dan wakil menteri yang mungkin akan diganti atau dipindah posisi.
“Kalau diganti paling sekitar 20 persen lah, itu masih minor. Menteri yang kontroversial atau tanpa cantolan politik mungkin jadi pertimbangan untuk diganti, tapi kalau kinerjanya bagus, pasti dipertahankan,” ungkapnya.
Pendiri lembaga survei KedaiKopi juga menilai para menteri yang berasal dari Partai Gerindra kemungkinan besar aman dari pergantian, meskipun ada potensi pergeseran posisi di antara mereka. Sebaliknya, para menteri atau wakil menteri yang tidak memberikan keuntungan politik bagi pemerintahan berpotensi diganti dengan lebih mudah.
Sorotan publik terhadap sejumlah anggota kabinet juga memperkuat potensi reshuffle, terutama dalam isu-isu seperti distribusi Minyak Kita, komunikasi publik yang bermasalah, serta upaya memberantas judi online. Hensa meyakini Presiden Prabowo turut mendengarkan keluhan masyarakat terkait kinerja pemerintahannya.
“Presiden mendengarkan apa yang ada di publik. Waktu Hari Lahir Pancasila, beliau merespons langsung, silakan mengundurkan diri sebelum kita tindak,” katanya, mengutip pernyataan Prabowo pada acara yang berlangsung di Kementerian Luar Negeri pada 2 Juni 2025 lalu.
Di luar soal reshuffle, Hensa juga menyoroti dinamika politik yang melibatkan PDI Perjuangan. Walaupun partai berlambang banteng itu belum memperoleh posisi menteri di kabinet, ia menilai PDI Perjuangan sebenarnya tak pernah benar-benar berada di luar lingkaran kekuasaan.
“Dalam deal politik, kenikmatan jabatan yang sudah ada lalu tidak diambil, itu sudah merupakan deal. Misalnya, Puan Maharani tetap menjadi Ketua DPR, padahal dengan kekuatan 80 persen di DPR, bukan perkara sulit menggantinya,” jelasnya.
Ia turut menyebut sejumlah posisi strategis yang masih dipegang kader PDIP, seperti di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta penunjukan duta besar. Bahkan, menurutnya, ada sinyal dukungan politik yang mulai terlihat dari partai tersebut terhadap pemerintahan Prabowo.
“Akhir-akhir ini, kader PDI Perjuangan juga menyatakan mendapat perintah untuk mendukung program-program Pak Prabowo,” tambahnya.
Kendati demikian, Hensa meragukan kemungkinan PDIP akan secara resmi masuk dalam koalisi seperti yang dilakukan Partai Golkar atau PKB. Namun, ia tetap membuka kemungkinan adanya dukungan informal dari partai tersebut terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Sementara itu, partai-partai seperti Nasdem dan PKS yang secara politik telah menunjukkan dukungan kepada pemerintahan Prabowo, masih belum mendapat posisi menteri. Hensa menilai kedua partai ini berpotensi memperoleh kursi dalam reshuffle mendatang.
“Saat ini yang katanya sudah berada di dalam koalisi, tapi belum mendapatkan kursi menteri kan, Nasdem dan PKS ya, walaupun PKS mengklaim Pak Yassierli itu adalah kader atau rekomendasinya mereka. Nah kalau dikatakan PKS dan Nasdem mungkin akan mendapatkan jatah, ya mungkin saja,” pungkas dosen Universitas Paramadina ini.