Jakarta, JurnalBabel.com – Kerusuhan yang terjadi baru-baru ini tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik dengan nilai sedikitnya mencapai Rp55 miliar.
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Ak, adanya potensi bahaya tersembunyi pasca kerusuhan yang biayanya jauh lebih besar ketimbang biaya pemulihan infrastruktur yang rusak.
Biaya mahal itu berupa penurunan reputasi Indonesia di mata dunia internasional yang kemudian juga berdampak pada pelemahan investasi dan juga peningkatan biaya utang negara.
“Inilah kerugian terbesar yang sering tidak terlihat, tetapi nyata dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Terlebih Indonesia sangat membutuhkan investasi dan peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) untuk mendongkrak kapasitas produksi dan membangkitkan industry nasional,” kata Amin dalam keterangan persnya, Rabu (3/9/2025).
Lebih lanjut Amin menjelaskan bahwa instabilitas sosial dan politik berpotensi menaikkan country risk premium, yang berarti investor meminta imbal hasil lebih tinggi untuk membeli Surat Utang Negara (SUN).
Sebagai ilustrasi, yield SUN 10 tahun pada periode stabil di akhir 2023 berada di sekitar 6,40%, namun ketika terjadi gejolak politik pada 2022 sempat melonjak hingga 7,80%.
“Selisih 1,4% tersebut tampak kecil, tetapi bila dikalikan dengan portofolio utang pemerintah yang mencapai ribuan triliun rupiah, maka tambahan biaya bunga yang harus ditanggung APBN menjadi sangat besar. Kondisi ini pada akhirnya juga membebani masyarakat sebagai pembayar pajak,” jelasnya.
Selain itu, instabilitas juga berpotensi membuat investor menunda bahkan membatalkan rencana investasi. Laporan World Economic Outlook dari IMF menegaskan bahwa ketidakstabilan politik selalu menjadi risiko utama bagi prospek pertumbuhan negara berkembang.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun mencatat bahwa realisasi investasi, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), kerap melambat setelah gejolak sosial terjadi.
“Kepercayaan investor adalah oksigen bagi pertumbuhan ekonomi, dan jika kepercayaan ini berkurang, maka ekonomi nasional akan kesulitan untuk bernafas,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS itu.
Ia pun berharap, indeks stabilitas politik Indonesia di mata Lembaga pemeringkat global tiak melorot. Saat ini Indonesia masih berada pada level BBB/stable, sebuah status yang sangat berharga karena menurunkan biaya pendanaan negara maupun swasta.
Namun, jika reputasi ini menurun, maka biaya pendanaan global bagi Danantara, BUMN dan sektor swasta nasional otomatis akan meningkat, membuat daya saing ekonomi Indonesia semakin lemah.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Amin mendorong pemerintah mengambil langkah strategis. Pertama, memperkuat komunikasi dengan investor global melalui roadshow dan konferensi pers yang menyampaikan langkah konkret pemulihan serta jaminan stabilitas.
Kedua, mempercepat reformasi struktural yang mendukung iklim usaha kondusif, kepastian hukum, serta pemerataan pembangunan sehingga akar ketidakpuasan sosial dapat dikurangi.
Ketiga, mengoptimalkan instrumen fiskal dengan memperluas perlindungan sosial serta program padat karya guna menyerap tenaga kerja dan meredam gejolak dari akar rumput.
Wakil rakyat dari Jatim IV itu pun memuji langkah Presiden Prabowo Subianto untuk memulihkan kepercayaan publik dan merekatkan kembali kohesi sosial.
Ia mengajak semua pihak menjadikan momentum ini sebagai kesempatan memperkuat fondasi stabilitas ekonomi nasional.
“Dengan stabilitas yang kokoh, Indonesia bisa melindungi kepentingan rakyat banyak dan mencegah munculnya ‘biaya tersembunyi’ yang tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, namun juga membebani generasi mendatang,” pungkasnya.