Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, menyebut penuh resiko instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mempercepat penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa kini berdasarkan ketentuan hukum.
Hal ini dikarenakan Kejaksaan Agung (Kejagung) akan ambil alih penyelidikan Komnas HAM yang secara yuridis belum memenuhi syarat dengan mengupayakan penambahan alat bukti.
“Resiko yang bisa saja terjadi yaitu bebasnya perkara HAM di pengadilan. Seperti kejadian masa lalu dalam perkara Timor Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Namun ini menjadi tantangan bagi Kejaksaan,” kata Suparji dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/11/2021).
Menurut Suparji, intruksi Jaksa Agung sangat bagus demi mewujudkan keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia. Maka, hal itu patut didukung.
“Permintaan Jaksa Agung sangat bagus demi terwujudnya keadilan masyarakat. Karena selama ini, pelanggaran HAM berat selalu rakyat yang menjadi korban namun penegakan hukum terkesan tak jalan,” ujarnya.
Suparji berharap, Jampidsus bisa merealisasikan permintaan Jaksa Agung dengan baik. Yakin penyelidikan yang mendalam dan kuat, serta tetap berdasarkan aturan yang berlaku.
Jaksa Agung Republik Indonesia memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono untuk segera mengambil langkah-langkah strategis percepatan penuntasan penyelesaian dugaan perkara HAM Berat masa kini dengan tetap memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.
“Bapak Jaksa Agung menilai perlu diambil terobosan progresif untuk membuka kebuntuan pola penanganan akibat perbedaan persepsi antara penyidik HAM dengan penyelidik komnas HAM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada media, Sabtu (20/11/2021).
Leo mengatakan bahwa Jaksa Agung mengharapkan dalam waktu dekat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dapat mengambil langkah yang tepat dan terukur terkait beberapa dugaan pelanggaran HAM yang Berat.
Sebelumnya, Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan bahwa saat ini ada 13 kasus dugaan kasus HAM Berat di Indonesia yang belum tuntas. Padahal penyelidikan beberapa kasus telah dimulai 20 tahun lalu.
Menurut pria asal Madura ini, lenanganannya masih mandek di tahap pemberian petunjuk dari penyidik Kejaksaan kepada penyelidik Komnas HAM.
“Secara umum, penyelesaian secara yudisial menyisakan berbagai permasalahan pembuktian yang tak mudah, baik dalam penentuan pelaku lapangan maupun komandan atasan yang bertanggung jawab maupun pembuktian atas unsur-unsur perbuatan pelanggaran HAM yang berat,” kata Mahfud MD dalam sebuah diskusi yang digelar Djokosoetono Research Center (DRC) Fakultas Hukum UI, Rabu (27/10/2021).
(Bie)