Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Wenny Haryanto mengapresiasi pemerintah dan penyelenggara program kartu prakerja menjalankan rekomendasi KPK menghentikan sementara program yang diluncurkan Presiden Jokowi pada April lalu. Sebab ia menginginkan ada iklim pekerjaan yang sehat, profesional dan menghindari praktek-praktek korupsi di negara ini.
“Karena itu berulang kali dalam setiap RDP Kami dengan Kemenaker, selalu saya tekankan agar perlu berhati-hati dalam menjalan program Kartu Prakerja. Sehingga jika saat ini ada temuan dan evaluasi dari KPK, maka hal ini sangat penting diperhatikan oleh Pemerintah,” kata Wenny Haryanto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/7/2020).
Pada 18 Juni lalu, KPK memaparkan hasil kajian dan menemukan berbagai kejanggalan program yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 20 Triliun. Pada akhirnya, KPK merekomendasikan gelombang ke-4 program tersebut dihentikan sementara sampai evaluasi dari gelombang sebelumnya selesai dilakukan dan dilakukan perbaikan untuk kelanjutan program.
Lalu pada awal Juli ini, Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja memutuskan untuk menghentikan program paket pelatihan kartu prakerja. Keputusan itu tertuang dalam surat Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja nomor S-148/Dir-Eks/06/2020/pada 30 Juni 2020 yang ditujukan kepada mitra prakerja yaitu SekolahMu, Sisnaker, Skill Academi by Ruangguru, Bukalapak, MauBelajarApa, Pijar Mahir, Pintaria dan Tokopedia.
Berdasarkan evaluasi, ada beberapa hal yang menjadi catatan dari Manajemen Pelaksana (MP) di antaranya adalah mengenai tidak ada mekanisme yang dapat memastikan setiap peserta pelatihan menyelesaikan seluruh pelatihan.
Kembali pada hasil kajian KPK, ada empat hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pertama, proses pendaftaran. KPK menemukan penyelenggara Kartu Prakerja belum mengoptimalisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk validasi peserta.
Menurut Wenny, hal ini hendaknya menjadi catatan agar pihak Kemenaker bisa memastikan validasi data NIK ini bekerjasama dengan Kemendagri sebagai Kementerian yang bertanggungjawab masalah kependudukan di negara ini.
“Sehingga diharapkan penerima Kartu Prakerja adalah benar-benar nyata, bukan fiksi dan memang membutuhkan kartu tersebut,” ujarnya.
Kedua, platform digital sebagai mitra kerja dalam program kartu Prakerja. KPK menemukan adanya kekosongan hukum untuk pemilihan dan penetapan mitra yang menggunakan DIPA BA-BUN padahal Perpres 16/2018 hanya untuk PBJ yang menggunakan DIPA K/L.
KPK juga melihat adanya potensi masalah pada penunjukan platform digital yang tidak dilakukan oleh penyelenggaraan Kartu Prakerja dan konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan.
“Permasalahan memang sudah menjadi isu besar yang sempat ramai di lini media massa kita, terutama terkait Staf Khusus Presiden yang kemarin mengundurkan diri. Saya kira jika memang urusan dugaan ini harus diclearkan agar duduk persoalannya menjadi jelas, tidak simpang siur dan nanti bisa memfitnah orang lain,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Ketiga, konten. KPK menemukan banyak konten pelatihan kartu Prakerja yang tidak layak. Beberapa konten juga tersedia secara gratis di YouTube dan konten pelatihan tidak melibatkan ahli.
“Persoalan ini juga harus diperhatikan betul oleh pihak penyelenggara. Jangan sampai uang negara sia-sia untuk hal-hal yang seharusnya bisa diperoleh gratis di internet/youtube,” katanya.
Keempat, tataran pelaksanaan. KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.
“Saya kira kalau masalah ini nanti dilihat saja evaluasinya seperti apa. Yang pasti catatan KPK ini harus menjadi perhatian penyelenggara,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat VI yang meliputi Kota Depok dan Kota Bekasi ini. (Bie)
Editor: Bobby