Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi Gagal total, dipermalukan sekelompok pemilik modal. Menteri yang punya tugas pokok dan fungsu (tupoksi) sebagai penyelenggara negara untuk menangani urusan perdagangan dan pengamanan perdagangan dalam negeri menunjukkan ketidakmampuannya.
Termasuk pula dalam hal mengeluarkan kebijakan satu harga serta tindakan faktualnya tidak digubris oleh pengusaha, kebijakannya tidak dapat dioperasionalkan, malah jadi “jebakan sendiri.” Sehingga janji pemerintah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dengan harga terjangkau tidak tercapai.
Yang ada minyak goreng tetap langka dan pada akhirnya harganya naik dari HET Rp.14.000 kini mencapai Rp.25.000, malah untuk minyak kemasan pemerintah mencabut aturan HET dan menyerahkan harga melalui mekanisme pasar, yang dampaknya dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Jelas ini membuat wajah, reputasi termasuk kekuasaan pemerintah “dipermalukan dan kalah telak”.
Ini jadi dagelan. Begitu pemerintah mau menyepakati harga minyak goreng naik, seketika penuh minyak goreng di rak supermarket dan beberapa toko maupun pasar, maka jelas dugaan kartel ada disini.
Pemerintah tidak berdaya mengurus pengendalian minyak goreng. Ketidakjelasan dalam mengawal kebutuhan masyarakat, tidak punya ketegasan terhadap “forced commerce” yang merupakan manifestasi kekuasaan pasar yang dimiliki kelompok pengusaha tertentu.
Hal ini dapat menunjukkan adanya resistensi dari kelompok pengusaha tertentu mengarah ke kartel, dapat dimaknai pemerintah “diserang” kelompok pengusaha, yang tipologi kekuasaannya biasanya bercirikan berupa ancaman, pemaksaan, manipulasi, otoritas dan kepemimpinan paksa, termasuk hasrat berkuasa sehingga mengganggu jalannya fungsi pemerintah. Termasuk dalam kasus ini kebutuhan rakyat sudah terhambat.
Ini sudah kelewatan dan siap-siap saja kedepan akan ada “harga suka-suka” yang dibuat kelompok pengusaha tertentu. Ini dapat mengarah pada ekonomi rakyat dalam bahaya, posisi rakyat akan semakin tertekan, terus dimana jargon atau slogan “pemerintah tidak boleh kalah?”
Karenanya Pemerintah harus berani punya posisi tawar yang kokoh dan tegas, karena kalau tidak tegas kedepannya justru dapat menimbulkan potensi kepanikan. Termasuk kekacauan masyarakat terhadap kebutuhan pangan lainnya. Pola seperti ini bisa dijadikan modus selanjutnya oleh kelompok pengusaha tertentu untuk menaikan harga kebutuhan pokok lainnya.
Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)