Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IV DPR, Hamid Noor Yasin, mempertanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin membuka sawah besar-besaran untuk mengantisipasi krisis pangan di musim kemarau mendatang. Ia menyebut rencana Jokowi itu tak sejalan dengan persediaan anggaran cetak sawah Kementerian Pertanian yang kini turun drastis akibat realokasi dana ke penanggulangan wabah.
“Saya memperhatikan, Bapak Presiden minta musim kemarau dan peringatan FAO akan krisis pangan mesti di antisipasi. Bapak Menko Perekonomian minta ekstensifikasi pertanian. Tapi kebijakan anggarannya kok gak nyambung. Kementan Anggaran tadinya sekitar 21 T jadi sekitar 14 T. Alokasi Cetak sawah baru yang tadinya sekitar 209 M berubah menjadi 10 M, dan terakhir hilang dari mata anggaran alias Nol rupiah. Ini bertolak belakang,” kata Hamid dalam keterangan tertulis, Jumat (8/5/2020)
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga mengingatkan tentang perlunya riset terhadap rencana pembukaan sawah 900 hektare di Kalimantan Tengah. Pasalnya, lahan yang akan digunakan adalah lahan gambut yang mudah terbakar.
Lebih jauh ia juga menyoroti kebijakan tersebut terhadap kesejahteraan petani di pedesaan. Sebab masih banyak petani yang tak tersentuh bantuan sosial. Sementara keadaan mereka saat ini semakin mengkhawatirkan akibat musim wabah yang menggerus ekonomi petani.
Untuk itu ia mendorong pemerintah untuk memperhatikan keadaan petani desa sebelum proyek raksasa mencetak sawah dijalankan. Menanggulangi krisis pangan juga harus dibarengi dengan membantu petani, karena mereka lah garda terdepan dalam produksi pangan negara.
“Semua kebijakan berupa ketersediaan air yang cukup, percepatan musim tanam dan manajemen pengelolaan stok yang merupakan tiga perintah presiden semua butuh biaya dan tenaga SDM. Jikalau salah satu tidak dipenuhi, itu perintah hanya asbun (asal bunyi),” tegasnya.
Selain itu, legislator dari dapil Jawa Tengah IV ini menyarankan pemerintah pusat harus membangun koordinasi dengan pemerintah daerah dalam hal pencegahan gagal panen. Untuk itu, penguatan sisi anggaran mutlak dilakukan. Penguatan anggaran yang dimaksud adalah stabilisasi pangan baik di sektor pertanian, peternakan maupun perikanan. “Bukan penguatan anggaran untuk mempermudah impor pangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, para petani yang kini ikut terdampak wabah juga mesti mendapat dukungan dana berupa bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu rupiah untuk 2,4 juta petani, serta dana untuk sarana dan prasarana pertanian.
Adapun mengatasi kondisi kekeringan yang akan dihadapi, lanjut Hamid, upaya keseriusan pemerintah untuk mengurangi impor adalah menjaga rantai pasok dan memperkuat satgas pangan. Maka diperlukan pengawasan terhadap para spekulan yang mempermainkan harga, memanipulasi stok dengan menahan atau menimbun, dan prilaku oknum pedagang nakal lainnya dalam skala besar.
“Saya minta kepada pemerintah, agar penguatan kinerja satgas pangan di masa datang, diperkuat selain upaya antisipasi dampak kekeringan. Karena bila Impor dalam jumlah besar tetap dilakukan, itu sama saja menyakiti petani dan keluarganya,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby