Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto, menyoroti pendapatan negara terkait banyak beredarnya rokok-rokok ilegal saat ini, yang kerugiannya mencapai Rp 4,38 triliun.
“Kemudian cukai palsunya mencapai Rp 13,48 triliun,” ungkap Wihadi dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Menurut Wihadi, hal ini bukan hanya menjadi tugas dari Kejagung untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebab itu, legislator Partai Gerindra ini mengajak semua pihak untuk memikirkan solusinya agar kerugian yang dialami oleh negara akibat rokok ilegal ini dapat teratasi.
“Ayo kita sama-sama pikirkan seperti apa kita mendapatkan kehilangan-kehilangan pendapatan negara yang bisa kita dapatkan,” himbaunya.
Sebelumnya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Makassar menyita 1.099.800 batang rokok ilegal atau barang kena cukai hasil tembakau (BKCHT). Rokok ilegal ini tidak dilekati pita cukai dari luar negeri.
Rokok ini diimpor dari China untuk para pekerja tambang asing di Morowali, Sulawesi Tenggara.
“Total nilai barang ditaksir sebesar Rp 1,2 miliar lebih dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 915,1 juta,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) Nugroho Wahyu Widodo dikutip dari Antara, Rabu (23/3/2022).
Ada satu pelaku ditangkap dalam kasus ini pelaku berinisial C itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dititipkan penahanannya di Rumah Tahanan Polres Pelabuhan Makassar selama 20 hari.
“Pelaku satu orang, berinisial C berusia 41 tahun,” katanya.
Nugroho menjelaskan penindakan kasus itu berdasarkan informasi yang diterima intelijen Tim P2 KPPBC TMP B Makassar terkait adanya pengiriman rokok ilegal dari Jakarta yang dibawa kapal roro KM Dharma Rucitra VII asal Surabaya yang tiba di Pelabuhan Barru pada 11 Maret 2022.
Menurutnya, para pekerja asing yang bekerja di tambang belum terbiasa mengisap rokok produksi Indonesia, sehingga masih ingin menikmati rokok asal negaranya yang dikirim secara ilegal.
“Sebenarnya boleh impor, asalkan bayar cukai dan pajak,” jelasnya.
(Bie)