JurnalBabel.com – Ketua Komisi VIII DPR, Ashabul Kahfi, mengusulkan agar ke depannya jamaah haji Indonesia, khususnya yang gelombang kedua, sebaiknya mendarat langsung di Jeddah, bukan Kota Madinah.
Karena, menurutnya, kalau mendarat di Madinah, waktu perjalanan yang harus ditempuh ke Mekkah relatif cukup jauh, yaitu 5 sampai 7 jam.
Apalagi setelah menunaikan ibadah haji, para janaah ini akan kembali lagi ke Madinah untuk melaksanakan salat arbain di Masjid Nabawi.
Hal ini menurutnya, tidak efektif, karena jadi bolak-balik.
“Ini yang jadi evaluasi catatan yang penting kami pada hari ini. Jadi ke depan mungkin untuk gelombang kedua semuanya harus tiba di bandara Jeddah. Sehingga tidak terlalu melelahkan bagi para jamaah haji. Untuk itu, mungkin perlu ada pembicaraan khusus antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Arab Saudi, sehingga jamaah kloter kedua ini tidak perlu tiba di Bandara Madinah, tapi melalui bandara Jeddah,” ujar Ashabul Kahfi saat memimpin Timwas Haji DPR memantau kedatangan Jamaah Haji Indonesia di Bandara Madinah, Arab Saudi, Rabu (21/6/2023).
Politisi F-PAN ini mengatakan, hasil dari pantauan kami, dari total 14 kloter jamaah haji sudah tiba sebanyak 12 kloter, jadi tinggal tersisa 2 kloter lagi.
“Alhamdulillah, proses semua perjalanannya lancar. Jamaah haji tidak perlu menunggu terlalu lama di bandara, tidak lama turun pesawat sudah langsung naik ke mobil. Hanya memang yang menjadi catatan kami ke depan bahwa wajah jamaah haji kita ini cukup didominasi oleh wajah-wajah lansia. Untuk itu, ini perlu menjadi catatan kami termasuk Kementerian Agama untuk mempersiapkan sedemikian rupa, sehingga penanganan jamaah Lansia ini bisa tertangani dengan baik. Karena saya lihat tadi ada beberapa orang yang sampai harus digotong karena terjatuh. Nah, ini kan semua butuh perhatian. Mungkin salah satu faktornya ialah karena kebijakan Kementerian Agama tahun ini tidak ada lagi pendamping jamaah,” urai Ashabul.
Selain itu, Legislator Dapil Sulsel I ini mengimbau kepada para jamaah haji, untuk membangun semangat kepedulian sesama jamaah haji karena sudah tidak ada lagi pendamping. Jangan sampai, tegasnya, saling cuek kepada jamaah-jamaah yang sakit dan butuh perhatian.
“Karena tentu keterbatasan petugas ini kita dapat pahami, dengan hanya 5 orang menangani satu kloternya sekitar 280-350 orang itu tidak mungkin. Ditambah lagi dengan wajah jamaah kita yang rata-rata lansia dan sangat perlu butuh perhatian,” tutupnya.
(Bie)