Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Achmad menilai bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Sibolangit dapat disahkan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki kongres Partai Demokrat 2020 agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol).
“KLB tersebut bisa disahkan karena kongres Jakarta 2020 ada hal-hal yang perlu direkonstruksi agar selaras dengan Undang-Undang Partai Politik,” kata Suparji Achmad dalam keterangan persnya, Minggu (21/03/2021).
Ia lantas menjelaskan substansi dalam AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres Jakarta yang perlu direkonstruksi agar sesuai dengan UU Parpol. Misalnya dukungan untuk memberikan suara kepada ketua umum terpilih.
“Surat dukungan tersebut kemudian diberikan oleh Ketua DPD/DPC, namun di duga pemberian surat dukungan tersebut dilakukan tidak secara demokratis,” paparnya.
Hal tersebut menurut Suparji bertentangan dengan pasal 15 UU Parpol menegaskan bahwa keadulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD/ART.
Ia lantas menyebutkan bahwa AD/ART Partai Demokrat meletakkan forum kekuasaan tertinggi pada Majelis Tinggi. Dalam aturan internal itu, KLB dapat diadakan atas permintaan Majelis Tinggi sekurang-kurangnya 2/3 DPD dan 1/2 DPC serta disetujui Ketua Majelis Tinggi Partai.
“Ini menunjukkan Majelis Tinggi Partai mengeliminasi hak pemilik suara dalam urusan dengan Kongres dan Kongres Luar Biasa. Karena kekuasaan dan kewenangan Ketua Majelis Tinggi Partai lebih tinggi dari Kongres/KLB atau lebih tinggi dari kehendak Para Pemilik Suara,” jelasnya.
Suparji lantas memaparkan Pasal 17 ayat (6) butir f AD berbunyi “Majelis Tinggi Partai berwenang mengambil keputusan-keputusan strategis tentang antara lain f. Calon ketua Umum Partai Demokrat yang maju dalam Kongres datau Kongres Luar Biasa.”
“Ini jelas bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) UU Parpol 2008 sebagaimana disebutkan di atas karena yang menentukan calon Ketua Umum harusnya anggota partai dalam forum tertinggi Pengambilan Keputusan dalam Parpol. Bukan Majelis Tinggi yang sama sekali tidak diatur dan dikenal dalam UU Parpol,” terangnya.
Jika ditinjau dari AD/ART 2020, memang KLB tidak sah. Akan tetapi, mengingat AD/ART 2020 dikualifikasi tidak sesuai dengan kedaulatan anggota dan UU Parpol, maka AD/ART 2020 tidak dapat dijadikan batu uji untuk menilai legalitas KLB.
“Karena adanya cacat formal dan material serta terjadinya KLB, SK Partai Demokrat yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dapat ditinjau kembali dan selanjutnya mengesahkan hasil KLB Sibolangit,” pungkasnya. (Bie)