Perlunya alternatif prioritas berupa SISTEM RANKING bagi peserta seleksi Non PG untuk mengisi formasi jabatan lowong. Adapun peserta seleksi yang sudah lulus PG, tetap menjadi prioritas.
Jakarta, Jurnalbbel.com– Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mendesak pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN – RB) tak tinggal diam menyikapi fenomena gugur massal seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Formasi Teknis Tahun Anggaran 2022.
Desakan Politikus Parti Amanat Nasional (PAN) tersebut disampaikan saat melakukan audiensi virtual dengan pengurus dan ratusan anggota Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI), Sabtu (29/4/2023).
Pernyataan Guspardi Gaus yang kemudian masuk di rubrik Kilas Politik dan Hukum pada Harian Kompas Cetak, Selasa (2/5/2023) ini meminta Pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses Seleksi Kompetensi PPPK Teknis Tahun 2022.
Itu berdasarkan data dan fakta di lapangan yang dihimpun seluruh anggota PTTI dari Sabang sampai Merauke bahwa secara persentase dan rata-rata, para peserta seleksi gagal memenuhi passing grade (PG) atau nilai ambang batas (NAB) dan hanya sebagian kecil peserta seleksi yang mampu melampauinya sehingga terjadi fenomena gugur massal dan banyak formasi jabatan tidak terisi.
Kondisi itu terjadi karena tingkat kesulitan soal ujian yang bahkan diluar kisi-kisi dan poin PG yang ditetapkan KemenPAN-RB terlalu tinggi. Jika dibiarkan, bisa dipastikan mengganggu kinerja instansi, baik di pusat dan daerah se-Indonesia.
“Pemerintah perlu segera membuat terobosan, karena tidak bisa jika dibiarkan kosong. Tidak mungkin dilakukan pengosongan. Jika itu terjadi, sudah pasti mengganggu kerja, jika tidak mengganggu, ya lebih baik ditiadakan saja. Logika sederhananya kan begitu,” kata Guspardi.
Oleh karena itu, Anggota Dewan dari Provinsi Sumatra Barat itu juga meminta penundaan pengumuman hasil pasca sanggah yang akan dimulai besok, Kamis (11/5/2023).
Guspardi Gaus lantas menawarkan perlunya alternatif prioritas berupa SISTEM PERANKINGAN bagi peserta seleksi yang tidak lolos PG untuk mengisi formasi jabatan yang lowong. Adapun peserta seleksi yang sudah lulus PG, tetap menjadi prioritas.
“Mungkin perlu juga alternatif lain, seperti menetapkan sistem ranking untuk peserta yang tidak lulus Passing Grade. Peserta yang telah lulus tetap menjadi prioritas untuk mengisi formasi yang ada,”tegas dia.
Pernyataan senada disampaikan Mardani Ali Sera dan Wahyu Sanjaya, Anggota Komisi II DPR RI dari F-PKS dan F-Demokrat saat audiensi virtual terpisah pada sesi zoom yang dilakukan oleh PTTI bersama kedua anggota dewan tersebut.
Mardani dan Wahyu setuju untuk diadakan penyelesaian untuk mengisi kekosongan formasi yang ada di PPPK 2022 dengan menggunakan sistem perangkingan agar tidak terjadi kekosongan di setiap formasi.
Adapun Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI) setelah melakukan audiensi virtual terpisah dengan tiga anggota Komisi II DPR RI tersebut, langsung mengirimkan surat resmi secara langsung ke KemenPAN-RB dan Sekretariat Komisi II DPR RI untuk diadakan audiensi terkait fenomena massal yang terjadi pada seleksi PPPK tahun 2022 agar dapat ditemukan jalan keluar.
Koordinator PTTI, Mohammad Ginanjar Riana yang dihubungi di Jakarta, Kamis (4/5/203), mengatakan PTTI meminta agar pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi kompetensi PPPK Tenaga Teknis Tahun 2022.
Hal ini berdasarkan data dan fakta di lapangan yang dihimpun oleh seluruh anggota PTTI dari Sabang sampai Marauke bahwa secara persentase dan rata-rata, para peserta seleksi gagal memenuhi passing grade (PG) atau nilai ambang batas.
“Kami Meminta adanya perangkingan atau penurunan PG minimal 20%-30% bagi peserta seleksi yang tidak lolos PG agar dapat mengisi formasi jabatan yang tidak terisi. Saat ini sudah sekitar 3.000 orang yang bergabung di PTTI, ada sekitar 6.000 orang lainnya yang masih didata. Para tenaga teknis ini antara lain arsiparis, pranata hubungan masyarakat, pranata komputer, analis kebijakan dan analis perencanaan,” ujarnya.
“Hanya sebagian kecil peserta seleksi yang mampu melampauinya sehingga terjadi fenomena gugur massal dan banyak formasi jabatan yang tidak terisi. Kondisi itu terjadi karena tingkat kesulitan soal ujian dan point PG yang diterapkan Kemenpan RB terlalu tinggi. Jika dibiarkan, bisa dipastikan menggangu kinerja instansi, baik di pusat maupun daerah se-Indonesia,” Kata Ginanjar lagi.
Dari data terbaru yang dihimpun PTTI, untuk kementerian/lembaga hanya 31,76 persen dari formasi, sedangkan di tingkat provinsi mencapai 39,45 persen.
Adapun tingkat kelulusan untuk instansi pemerintah di kota/kabupaten hanya 33,56 persen. Sebagai contoh di Kementerian Agama kebutuhan formasi sebanyak 49.5 49 orang. Dari jumlah peserta tes sebanyak 75.083 orang, yang lulus hanya 29.109 orang (58,75 persen).
Terendah di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), yaitu lulus 7 persen dari kebutuhan 1.964 formasi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kelulusannya hanya 3,85 persen dari kebutuhan 1.352 formasi.
“Banyak formasi yang kosong. Padahal, peserta yang ikut seleksi ini, baik yang dari swasta maupun pemerintah, sudah berpengalaman. Padahal, pemerintah sudah membuka formasi, masa tiap tahun tidak bisa terpenuhi karena cara seleksi yang tidak adil bagi peserta,” Kata Wakil Ketua Koordinator PTTI, Fikri Ardiyansyah.
PTTI mendesak pemerintah segera perlu membuat terobosan, “Jika tidak terisi dan dibiarkan kosong, sudah pasti menggangu kerja di instansi pemerintah karena ada kebutuhan,”kata Fikri.
Ribuan peserta yang dinyatakan tidak lulus yang bergabung di PTTI terus memperjuangkan nasib. Selain beraudiensi dengan sejumlah anggota Komisi II DPR RI, para Anggota PTTI terus bergerak menyuarakan aspirasi baik lewat media sosial pemangku kepentingan maupun menindaklanjuti surat resmi yang sudah dikirimkan ke Kemenpan RB, BKN, maupun Komisi II DPR RI.
“Kami meminta adanya sistem perangkingan atau penurunan passing grade minimal 20-30% bagi peserta seleksi yang tidak lolos PG agar dapat mengisi formasi jabatan yang tidak terisi. Adapun peserta seleksi yang sudah lulus PG tetap menjadi prioritas,” kata Ginanjar.
Dalam surat sanggahan kepada Menpan RB, PTTI menyampaikan minimnya peserta yang mampu mencapai nilai PG karena tingkat kesulitan soal yang tinggi. Soal yang diujikan tidak cukup sesuai dengan materi pokok dan kisi-kisi yang tertuang di dalam surat edaran Menpan RB Nomor B/275/M.SM.01.00/2023.
Tak hanya itu, soal yang diujikan pun tidak merepresentasikan tugas jabatan fungsional yang dilamar peserta PPPK Teknis.
“Tingkat kelulusan seleksi PPPK Teknis yang rendah tahun 2922 membuat minimnya jumlah penambagan pelayanan publik yang akan menjalankan fungsu roda pemerintahan dalam mewujudkan agaenda pembangunan nasional tahun 2020-2024,” pungkas Ginanjar.