Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal, mengungkapkan ada tanah transmigrasi yang terbengkalai selama 30 tahun sejak era Order Baru, pemerintahan Presiden Soeharto. Tanah tersebut terbengkalai karena sejak berstatus sebagai tanah transmigrasi, proses transmigrasinya tidak pernah terealisasi.
Akibat tidak terurus, tanah tersebut ditumbuhi semak belukar. Padahal tanah tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memperbaiki kondisi perekonomian mereka. Namun dibutuhkan status hukum yang jelas. Dia menjelaskan lahan transmigrasi tersebut ada di Provinsi Riau.
“Tanah itu dulu disebut dengan tanah transmigrasi. Tapi faktanya sampai dengan berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru, transmigrasinya tidak pernah hadir, tapi status tanahnya tidak bisa diganggu gugat. Namun karena dia tanah kosong tumbuh hutan belukar, dan itu sudah sangat lama hampir 30 tahun yang lalu,” ungkap Syamsurizal dalam rapat kerja dengan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Kamis (17/2/2022).
Masyarakat pun mulai memberdayakan tanah transmigrasi itu setelah diizinkan oleh kepala desa. Lalu masyarakat menanaminya dengan kelapa sawit. Namun masyarakat yang tidak kebagian lahan melaporkannya ke Kejaksaan.
Legislator asal Riau ini berharap Kementerian ATR/BPN bisa turun tangan untuk menindaklanjuti hal tersebut. Terlebih, tanah tersebut sudah terlanjur ditanami oleh masyarakat setempat.
“Jadi kepala desanya saat ini baru saja selesai diperiksa oleh Kejaksaan setempat. Barangkali kita perlu melihat status tanah transmigrasi ini yang sudah terlantar begitu lama, apakah memang betul-betul tidak bisa diolah? Nah ini yang dipertanyakan, mohon kalau bisa ini bisa dimanfaatkan,” jelasnya.
“Kepala desa yang merestui mungkin barangkali ada sedikit biaya, mungkin itu diperiksa oleh Kejaksaan. Jadi kita berharap jangan sampai ini terjadi, padahal maksud masyarakat itu bagus daripada hutan belukar, bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki ekonomi mereka,” paparnya.
“Sebagian besar mereka tanam dengan tanaman sawit, tapi yang jadi korban itu justru kepala desa yang merestui itu. Jadi mohon harapan kami barangkali untuk status tanah yang berstatus transmigrasi itu barangkali apakah diputihkan istilahnya atau diapakan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas,” tambahnya. (Bie)
Sumber: detikfinance