Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi III DPR, Mohamad Rano Alfath, mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mencopot eks Kapolres Ngada yang juga tersangka kasus asusila dan narkoba AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Ia menilai langkah ini wajib dilakukan untuk menjaga integritas Polri. Pasalnya, kata Rano, tindakan asusila terhadap anak di bawah umur merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang secara universal dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap HAM.
Sebab itu, ia mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Makanya tidak cukup hanya dengan pencopotan jabatan, pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Termasuk kemungkinan penerapan hukuman maksimal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,” kata Rano Alfath kepada wartawan, Kamis (13/3/2025).
Menurut Rano, pengawasan terhadap personel Polri perlu diperkuat karena kasus ini telah menjadi perhatian luas di tingkat internasional. Alhasil, setiap kelemahan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku hanya akan memperburuk persepsi global terhadap kredibilitas aparat penegak hukum di Indonesia.
“Pengawasan terhadap personel juga perlu diperkuat agar potensi pelanggaran dapat dicegah sejak dini. Langkah-langkah perbaikan ini penting untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang,” tegasnya.
Politisi PKB ini menekankan, tidak ada ruang bagi aparat untuk menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan tindakan kriminal, apalagi terhadap kelompok paling rentan seperti anak-anak. Ia memandang tak boleh ada kompromi terhadap pelaku asusila.
“Penegakan hukum yang tegas dan tanpa kompromi terhadap pelaku dalam kasus ini adalah ujian nyata bagi komitmen Polri dalam menegakkan hukum secara adil dan berkeadilan, bukan hanya kepada masyarakat, tetapi juga terhadap anggotanya sendiri. Respons terhadap kasus ini harus dijadikan preseden bahwa tidak ada toleransi bagi aparat yang melakukan kejahatan,” pungkasnya.
Kasus Kapolres Ngada bermula ketika Fajar melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur pada Selasa (11/6/2024). Lokasi pencabulan berada di salah satu hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada saat itu, Fajar memesan sebuah kamar hotel dengan identitas yang tertera pada Surat Izin Mengemudi (SIM) miliknya. Dia kemudian menghubungi seorang perempuan berinisial F untuk dihadirkan anak di bawah umur. F lalu membawa anak di bawah umur dan mendapat bayaran sebanyak Rp 3 juta dari Fajar.
Setelah itu, Kapolres Ngada tersebut melakukan tindakan asusila terhadap korban sambil memvideokan perbuatannya. Aksi tidak terpuji yang dilakukan Fajar tidak berhenti sampai di situ. Dia juga mengunggah tindakan asusila terhadap korban ke salah satu situs porno di Australia.
Video tak senonoh yang diunggah Fajar ke salah satu situs porno ternyata mendapat atensi dari otoritas Australia. Otoritas setempat kemudian melakukan penelusuran terhadap konten tersebut. Dari situlah, otoritas Australia mendapati lokasi pembuatan video dibuat di Kupang. Lalu, melaporkan temuan tersebut kepada Mabes Polri.
Setelah itu, Mabes Polri menginstruksikan Polda NTT untuk melakukan penyelidikan mulai Kamis (23/1/2025). Penyelidikan dimulai dengan menerjunkan Tim Divisi Propam Mabes Polri ke Bajawa, Kabupaten Ngada yang menjadi tempat Fajar bertugas. AKBP Fajar kemudian ditangkap pada Kamis (20/2/2025) lalu dibawa ke Jakarta.
Pada Kamis (13/3/2025), Bareskrim Polri menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka kasus asusila dan juga dinyatakan sebagai pengguna narkoba setelah dites urine. Fajar saat ini ditahan di Rutan Bareskrim Polri.