Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Mohamad Rano Alfath, menyoroti peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan PT. Aneka Tambang, Tbk (Antam) karena dihukum untuk mengembalikan emas senilai Rp 1,1 triliun ke pengusaha Budi Said dalam kasus jual beli emas.
Rano mendesak perusahaan plat merah itu untuk memenuhi kewajibannya.
“BUMN memiliki kewajiban hukum untuk mematuhi perjanjian dan akad jual beli yang telah mereka sepakati dengan konsumennya, siapapun itu. Jika perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban ini, bisa menjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang mengatur transaksi perdagangan dan perjanjian,” kata Rano Alfath kepada wartawan, kemarin.
“Apalagi ketika MA sudah dengan sangat bijaksana dan rasional mengabulkan kasasi yang diajukan BS. Bagaimanapun pengusaha adalah komponen masyarakat dan juga warga negara, oleh karena itu berhak mendapatkan pemulihan hak-hak mereka, termasuk ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang diderita,” sambung legislator asal Banten itu.
Rano mengaku prihatin dengan kondisi yang ada di PT. Antam. Terlebih di tengah kasus dugaan korupsi yang sedang didalami oleh Kejaksaan Agung pada perusahaan plat merah itu.
Dirinya menilai harus ada evaluasi menyeluruh dan reformasi birokrasi pada PT. Antam.
“Misal pada skandal impor emas yang muncul ke permukaan tahun 2021 lalu, Antam diduga menggelapkan produk emas dengan cara menukar kode impornya. Di sisi lain, ada juga indikasi kerugian negara Rp5,7 T akibat penambangan ilegal di konsesi PT. Antam Konawe Utara. Kita minta Kejagung usut tuntas, dan bila perlu adakan evaluasi menyeluruh terhadap BUMN ini termasuk reformasi birokrasi internal. Dengan melakukan evaluasi yang komprehensif, kelemahan dan celah dalam sistem dapat diidentifikasi, sehingga langkah-langkah perbaikan yang diperlukan dapat diambil,” urai Rano.
Hal ini penting dilakukan demi mengembalikan citra dan wibawa perusahaan milik negara, Rano menilai reformasi birokrasi yang tepat pada tubuh BUMN tersebut menjadi kunci penting dalam mewujudkan tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas yang diperlukan dalam menjalankan operasionalnya.
“Ini melibatkan perbaikan dalam pengawasan, kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal, serta penegakan aturan dan etika bisnis yang ketat,” pungkas politisi PKB ini.
(Bie)