Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, menyatakan Komisi IX DPR akan memanggil Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito, usai masa reses DPR berakhir pada akhir bulan ini.
Hal itu menyusul Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) mencapai 241 kasus di 22 provinsi. Angkanya meningkat dari sebelumnya 206 kasus pada Selasa (18/10/2022).
Jumlah kematiannya mencapai 133 orang atau 55 persen. Kematian pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat usai memuncak pada Agustus 2022.
Sebagai bentuk kewaspadaan, Kemenkes mengambil langkah konservatif menginstruksikan apotek dan dokter untuk tidak menjual maupun meresepkan obat sirup.
Teranyar pada Kamis (20/10/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 5 sirup obat batuk/parasetamol yang mengandung cemaran etilen glikol melebihi ambang batas yang sudah ditentukan. Temuan ini ada usai melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat.
“Komisi IX DPR akan panggil Menkes dan Kepala Badan POM setelah reses,” kata Irma Suryani saat dihubungi jurnalbabel.com, Sabtu (22/10/2022).
Menurut Irma, Menkes dan Kepala Badan POM harus bertanggung jawab atas kasus ini. Pasalnya, lanjut Irma, harusnya ada pemeriksaan berkala terhadap semua prodak. Hal lainnya, tambah dia, bisa saja ditengah jalan mereka lakukan subtitusi karena kelangkaan atau karena harga dari suatu komponen obat.
“Subtitusi komponen kan harus dapat izin BPOM dulu, baru boleh digunakan. Jika tidak berarti produk tersebut ilegal,” ungkap politisi Partai NasDem ini.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP, Anas Thahir, sependapat dengan Irma bahwa BPOM harus bertanggungjawab atas kasus ini karena sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kuasa penuh untuk melakukan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan.
“BPOM memang harus bertanggung jawab, kok bisa-bisanya obat yang mengandung bahan-baban berbahaya bisa lolos edar sampai dikonsumsi masyarakat umum. Ini tentu mengerikan,” kata Anas Thahir saat dihubungi terpisah.
Namun demikian, kata Anas Thahir, perlu dudukkan dulu sejauh mana persoalan ini diakibatkan oleh kelalaian BPOM. Sebab faktualnya selsin BPOM ada banyak pihak berada pada posisi dalam lingkaran persoalan ini. Ada pengusaha obat, ada pedagang dan bisa saja ada pihak yang lain lagi.
“Masih butuh kerja keras untuk menemukan penyebab penyakit ini, karena belum ketauan pasti faktor pemicunya. Sehingga langkah konservatif pemerintah bisa dipahami melarang peredaran seluruh obat cair dan sirup. Ini langkah preventif guna menghindari kemungkinan terjadinya resiko yang lebih parah,” tuturnya.
Namun demikian, semua langkah yang diambil pemerintah harus dilakukan dengan cepat tanpa kehilangan asas kehati-hatian, kata Anas Thahir.
Legislator asal Jawa Timur ini mengatakan jika ada indikasi pelanggaran hukum dalam kasus ini, aparat penegak hukum juga harus proaktif untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan.
“Jangan menunggu sampai kasus ini memakan korban lebih banyak lagi,” kata Anas Thahir.
(Bie)