Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Santoso, mengecam Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker yang berencana membuat aturan terkait kemitraan atau tenaga kerja luar hubungan kerja (TKLHK) yang menyasar pengemudi ojek online alias ojol. Pasalnya, aturan tersebut akan menyusahkan para driver dan pengemudi ojek online atau ojol kedepannya.
Terdapat lima poin yang bakal diatur dalam regulasi yang ingin dibuat Kementerian pimpinan Ida Fauziyah tersebut.
Lima poin yang bakal diatur dalam aturan terkait kemitraan atau tenaga kerja luar hubungan kerja (TKLHK) antara lain ialah adanya persyaratan kerja, seperti minimal berusia 18 tahun dan memenuhi kualifikasi. Lalu ada juga Imbal hasil mencakup komisi, insentif atau bonus yang harus disepakati oleh perusahaan dengan mitra pengemudi taksi dan ojek online alias ojol.
Tak hanya itu, para ojol tidak boleh bekerja lebih dari 12 jam per hari. Jika lebih, maka aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive harus menonaktifkan aplikasi driver. Lalu, aplikator wajib mendaftarkan driver taksi maupun ojek online alias ojol dan kurir dalam program jaminan sosial sebagai peserta bukan penerima upah.
Terakhir dalam aturan tersebut turut terdapat soal poin keselamatan dan kesehatan kerja. Ada syarat-syarat terkait keselamatan dan kesehatan kerja bagi para driver online atau ojek online alias ojol jika nantinya aturan tersebut diterbitkan.
Atas hal itu, pengemudi ojol berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (10/10/2023). Mereka menolak kebijakan mengatur jam kerja, dan meminta status mitra diubah menjadi karyawan.
Aksi ini diikuti oleh berbagai organisasi ojek online di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau Jabodetabek. Santoso sendiri juga mengikuti aksi unjuk rasa ini.
Menurut Santoso, pekerjaan sebagai pengemudi ojol tidak menjamin masa depan karena tidak ada jenjang karir, selamanya pengemudi akan jadi pengemudi. Lalu tidak memiliki penghasilan yang pasti, tidak ada tambahan bertambah skill (ketrampilan) selama masa kerja dan bahkan mendapat jaminan kesehatan dan tunjangan hari tua.
Sebab itu, ia sangat mendukung para pengemudi ojol menolak keberadaan aturan tersebut. Pasalnya, tegas dia, para pengemudi ojol selama ini tidak pernah mendapatkan haknya sehingga tak layak untuk diatur dalam sebuah regulasi.
“Beberapa hal di atas adalah beberapa bagian dari hak-hak karyawan, sedangkan pengemudi ojol bekerja seperti karyawan karena menghasilkan jasa namun mereka bukan karyawan. Karena hak-hak itu tidak didapat, maka pemerintah melalui Kemnaker seharusnya tidak membuat regulasi yang makin menyusahkan pengemudi ojol,” kata Santoso kepada wartawan, Kamis (12/10/2023).
Santoso menekankan, pemerintah seharusnya dapat membuat regulasi yang menguntungkan pengemudi ojol bukan malah berpihak kepada pengelola atau aplikator.
Legislator asal dapil DKI Jakarta ini mengungkapkan, penyebab dari banyaknya masyarakat yang mendaftarkan diri sebagai pengemudi ojol ialah kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
“Banyak masyarakat yang ikut di dalamnya karena pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja. Jika lapangan kerja banyak maka rakyat tidak mau jadi pengemudi ojol,” pungkas Santoso.
(Bie)
Sumber: kedaipena.com