Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR Fraksi Demokrat, Ongku Parmonangan Hasibuan, menilai tidak ada hal yang mendesak dan terkesan memaksakan usul pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada), untuk majukan jadwal Pilkada serentak dari November ke September 2024 seperti yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Menurutnya, tidak tepat salah satu alasan pemerintah usul menerbitkan Perppu Pilkada karena akan adanya kekosongan 545 kepala daerah di seluruh Indonesia pada Januari 2025 apabila proses Pilkada tidak terlaksana dengan baik.
Pasalnya, lanjut Ongku, saat ini banyak sekali Kepala Daerah (Kada) yang dijabat oleh Penjabat (Pj) atau Pelaksana Tugas (Plt), meski kewenangannya berbeda dengan Kada definitif. Bahkan, ungkapnya, ada Pj Kada yang lebih dari dua setengah tahun seperti di DKI Jakarta.
“Menurut pandangan kami, taroh lah akhir masa jabatan Kepala daerah yang dipilih pada 2020 berakhir Desember 2024, tidak ada salahnya juga ditunjuk lagi beberapa Kepala Daerah yang diperlakukan sebagai Penjabat (Pj) sama seperti yang diperlakukan hari ini. Toh hanya 2 bulan perbedaannya, supaya tidak ada tafsir-tafsir lain di masyarakat terkait percepatan Pilkada ini,” kata Ongku dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu, DKPP terkait Perppu Pilkada di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Lebih lanjut Ongku berpendapat, usulan penerbitan Perppu Pilkada ini akan merepotkan KPU dengan terlalu singkat persiapan dari pelaksanaan Pileg dan Pilpres yang dilaksanakan pada Februari 2024, yang kemungkinan masih berproses sampai Mei 2024. Belum lagi apabila Pilpres terjadi dua putaran, karena tidak ada jaminan Pilpres 2024 tidak terjadi dua putaran.
“Kalau ini terjadi, maka akan molor. Bagaimana KPU menyikapi ini dengan keruwetan-keruwetan yang masih ada itu untuk laksanakan Pilkada pada September 2024? Kami merasa bahwa urgensinya tidak terlalu penting untuk memajukan dua bulan tersebut. Saya pribadi kurang sependapat dan alasannya tidak cukup kuat,” tegasnya.
Banyak Mudaratnya
Mantan Bupati Tapanuli Selatan ini mengungkapkan, usulan penerbitan Perppu Pilkada ini banyak mudaratnya. Hal itu menurutnya dapat dilihat dari banyak dilakukannya penyederhanaan seperti yang diusulkan Pemerintah. Antara lain masa kampanye menjadi 30 hari.
“Saya tidak kebayang provinsi yang besar kampanye hanya 30 hari. Ini hanya menguntungkan petahana yang sudah dikenal masyarakatnya. Bagaimana yang baru tidak akan cukup waktu untuk beliau untuk mensosialisasikan, mengkampanyekan dirinya dalam 30 hari,” ujarnya.
Pemerintah juga mengusulkan penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dipercepat dalam 51 hari.
“Saya khawatir, apakah kita bisa mengatur MK untuk menyelesaikan itu sesuai yang kita harapkan. Ini nanti terlalu banyak intervensi ke MK dari penyelenggaraan yang kesannya dipaksakan,” katanya.
Ongku pun menandaskan bahwa dirinya tidak sepakat dengan usulan Pemerintah menerbitkan Perppu Pilkada.
“Saya tidak sepakat dengan pengajuan ini. Justru kita harus mempersiapkan Pilkada ini lebih baik lagi dalam rangka mengejar, memperjuangkan kualitas Pemilu dan Pilkada yang lebih baik di 2024 nanti. 2024 ini momentum buat demokrasi kita lebih baik secara kualitas, tidak hanya kuantitas,” pungkasnya.
Sementara itu, kesimpulan rapat kerja tersebut yakni Komisi II DPR dapat memahami pandangan pemerintah yang selaras dengan masukan asosiasi pemerintah daerah dan asosiasi DPRD terkait rencana Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Pilkada 2024.
Komisi II DPR juga masih akan kembali membahas Perppu Pilkada 2024 bersama Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP dalam rapat dengar pendapat selanjutnya.
(Bie)