Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Mohamad Muraz meminta Pemerintah meninjau ulang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Waktunya sangat tidak tepat, selain itu rakyat mendengar bahwa Mahkamah Agung sudah menetapkan Keputusan menolak kenaikan iuran dan juga Covid-19 ini telah menyengsarakan masyarakat,” kata Muraz dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/5/2020).
Menurutnya, saat ini sudah banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya akibat Covid-19. Pada akhirnya sebesar berapapun kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Muraz yakin masyarakat tidak mampu membayarnya serta pihak BPJS juga tidak punya kemampuan untuk menagihnya. Akhirnya akan kembali ke Pemerintah/APBN.
“Perpres 64/2020 ini hanya akan menambah ketidaktaatan dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah,” ujarnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat IV ini juga yakin tidak ada orang waras yang akan ngaku sakit dan minta diobati. Sehingga kewajiban pemerintah adalah menjamin kesehatan dasar warganya. “Karena itulah dibentuk Kemenkes, Dinas Kesehatan Provinsi, Kota/Kabupaten, RSUP, RSUD dan Puskesmas,” terangnya.
Lebih lanjut Muraz mengungkapkan, selaku anggota DPR pada Desember 2019 sudah memberi masukan dengan menulis surat ke Presiden dan lembaga terkait bahwa untuk mengurus kesehatan masyarakat tidak perlu dibentuk Badan lagi, cukup optimalkan Kemenkes dan lembaga di daerah tersebut.
Ia mencontohkan ketika menjabat sebagai Wali Kota Sukabumi periode 2013-2018, membangun Rumah Sakit tipe D dengan status semua kelas 3 gratis untuk seluruh warga kota dengan cukup menunjukan KTP dan KK. Ternyata kata Muraz biaya yang diperlukan hanya Rp 100.000 x jumlah warga per tahun.
Menurutnya, apabila pola seperti itu diterapkan secara nasional dengan jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 250 juta jiwa, maka dana yang diperlukan per tahun rincian atau hitung-hitungan sebagai berikut:
1. Tingkat Kota/Kabupaten 250 juta jiwa x Rp100.000,- = Rp.25 Triliun.
2. Biaya rujukan ke tingkat Provinsi Rp 250 juta x Rp100.000 = Rp 25 Triliun.
3. Biaya rujukan ke tingkat Nasional 250 juta jiwa xRp.100.000 = 25 Triliun atau total Rp 75 triliun.
“Jadi biaya per orang per bulan = Rp 75 Triliun : 250 Juta Jiwa : 12 Bulan = Rp25.000/orang/bulan. Dengan pola ini maka kewajiban Pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan untuk seluruh warga terpenuhi,” paparnya.
Dalam Perpres yang baru ini memutuskan iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150.000; kelas II sebesar Rp 100.000 yang berlaku per 1 Juli 2020 dan kelas III sebesar Rp 42.000 yang berlaku mulai 2021.
Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 sebesar Rp 160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp. 51.000 kelas III. Namun, per 1 April dibatalkan dengan putusan MA Nomor 7P/HUM/2020. Konsekuensinya, tarif BPJS Kesehatan kembali menggunakan peraturan lama: kelas 3 Rp25.500 ribu/bulan; kelas 2 Rp51 ribu per bulan; dan kelas 1 Rp80 ribu/bulan.
Muraz menambahkan, nantinya pihak BPJS Kesehatan silakan mengelola peserta kelas 1 dan 2 dengan iuran sesuai ketentuan Asuransi. “Semoga dapat dikaji oleh Pemerintah yang masih punya semangat dan amanah untuk melaksanakan amanat Pembukaan UUD 45 yang sudah disepakati oleh para founding father dan rakyat Indonesia,” harapnya. (Bie)
Editor: Bobby