JurnalBabel.com – Memasuki usia kemerdekaan RI yang ke-77, kemandirian ekonomi bangsa semakin jauh dari cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan UUD Negara RI 1945.
Dominasi produk impor, bahkan terjadi pada produk atau barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok, seperti seragam TNI/Polri hingga alat tulis dan peralatan kantor di Lembaga pemerintahan.
Merujuk data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ada 11.688 produk impor yang sebetulnya bisa digantikan produk dalam negeri. Ribuan diantaranya bisa diproduksi oleh usaha kecil dan menengah (UKM).
Menurut Anggota DPR/MPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, hal itu menunjukkan lemahnya semangat memajukan perekonomian bangsa sendiri demi mewujudkan kesejahteraan rakyat di kalangan aparatur pemerintahan baik pusat maupun daerah.
“Para penyelenggara negara dan aparat pemerintahan, seyogyanya menjadi teladan dalam memajukan ekonomi bangsa,” tegas Amin Ak saat menyampaikan sosialisasi Empat Pilar MPR di Jember, Jawa Timur, Jumat (29/7/2022).
Hakekat Pasal 33 UUD 1945, menurut Amin, seperti yang tertera dalam pembukaan UUD, adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Dan sesuai dengan esensi lima sila dalam Pancasila, semangat itu harus ditunjukan dengan menolak produk impor selama hal itu mampu diproduksi pelaku usaha di dalam negeri.
“Kewajiban pemerintah melakukan pembinaan dan dukungan kepada pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam negeri. Bukan malah mencari gampangnya dengan jalan impor,” kata Amin.
Sudah saatnya, operasionalisasi sistem Ekonomi Pancasila dihidupkan kembali dan diperbarui sesuai dengan tantangan kekinian. Esensinya sendiri tidak pernah berubah, yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui keberpihakan pada ekonomi rakyat agar bisa tumbuh dan berkembang.
“Jangan sampai Indonesia dengan penduduk 275 juta jiwa, hanya menjadi pasar semata dari produk impor,” harapnya.
Menurut Anggota Komisi VI DPR ini, sistem ekonomi Pancasila bukan hanya membangun kemandirian dan kedaulatan bangsa, namun juga bertujuan mengurangi kesenjangan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Mengutamakan produk dalam negeri akan mendorong tumbuhnya lapangan pekerjaan, sehingga bisa menekan jumlah kemiskinan dan pengangguran.
“Porsi produk UKM di katalog LKPP secara bertahap harus dibuat dominan. Perdagangan barang dan jasa oleh pemerintah pusat maupun daerah sudah semestinya menumbuhkan perekonomian rakyat sesuai nilai-nilai Pancasila dan amanat UUD NRI 1945,” jelasnya.
Serbuan produk impor saat ini, bukan hanya terjadi pada kegiatan pengadaan barang dan jasa oleh Lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah, juga melalui pasar digital atau e-commerce. Maraknya produk impor yang dipasarkan melalui bisnis online atau e-commerce mengancam keberlangsungan produksi atau industri dalam negeri.
“Kita tak perlu malu meniru negara tetangga, Malaysia, yang membatasi produk impor di bisnis online hanya 30% saja. Sisanya, memberi ruang seluas-luasnya bagi produk dalam negeri, terutama produk UMKM,” pungkasnya. (Bie)