JurnalBabel.com – Mudik lebaran tidak hanya menjadi ritual pulang kampung bagi warga yang berkarir atau bekerja di berbagai kota ‘kembali’ ke desanya masing-masing. Namun ada makna silaturahmi di dalamnya yang sangat berkesesuaian dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ketiga dan kelima.
Hal itu disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi PKS Amin Ak saat menyampaikan sosialisasi Empat Pilar MPR di Gedung KGY, Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (29/4/2023).
“Dalam silaturahmi, selain menyambung hubungan persaudaraan antar anak bangsa, juga terjadi redistribusi uang dari kota ke desa, dari kota-kota besar ke daerah sehingga mendorong perputaran perekonomian daerah,” kata Amin.
Silaturahmi dalam tradisi mudik secara tidak langsung mengamalkan nilai- nilai Pancasila khususnya sila ketiga, Persatuan Indonesia. Semangat persatuan dan persaudaraan dalam makna mudik lebaran dengan menyambung tali silaturrahmi antar sesama merupakan nilai penting di era demokrasi saat ini.
Semangat persaudaraan yang meningkat pada masa mudik Lebaran harus terus diperluas menjadi semangat persatuan antar sesama anak bangsa, sehingga menjadi bekal penting dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebersamaan dan toleransi sebagai perwujudan spirit Idul Fitri harus terus dipelihara dan diperkuat termasuk interaksi di media social.
“Usai kembali dari kampung halaman, diharapkan semangat persaudaraan semakin menebal sehingga masyarakat mampu meningkatkan semangat persatuan dalam keseharian,” ujar Amin.
Tahun 2024, bangsa Indonesia akan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) baik pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, juga pemilihan anggota legislative dan perwakilan daerah. Tentu sangat diperlukan semangat persatuan dan kesatuan untuk mencegah pembelahan masyarakat yang melemahkan persatuan akibat perbedaan pilihan.
Tradisi mudik di tanah air sudah berlangsung dan membudaya selama lebih dari setengah abad. Banyak sejarawan mengiungkapkan, tradisi mudik muncul seiring berkembang pesatnya pembangunan di kota yang menjadi magnet bagi masyarakat pedesaan.
Sejak itulah, para perantau dari desa atau daerah melaksanakan mudik di setiap momen lebaran atau hari raya Idul Fitri. Kedatangan para pemudik ke daerah asal secara spontan menghidupkan roda perekonomian di wilayah tersebut.
Kurva permintaan akan produk-produk pokok, seperti makanan, kuliner asli hingga oleh-oleh khas daerah meningkat seiring dengan adanya keinginan mereka untuk menikmati kenangan masa kecil.
Mudik lebaran juga menghidupkan pariwisata di daerah yang bersifat multiplier effect yang menghidupkan berbagai kegiatan ekonomi daerah.
Merujuk pada data Bank Indonesia, aktivitas mudik mampu mendorong redistribusi uang yang beredar. Hampir 60% peredaran uang yang tadinya berada di pusat ibu kota Jakarta berpindah ke sejumlah daerah di kawasan Jawa dan Sumatera.
Menurut Amin, jika usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal mampu menjawab peluang dari kegiatan ekonomi mudik tersebut, hal itu bisa meningkatkan omzet berbagai produk di daerah sehingga perekonomian daerah bergerak lebih cepat. Ketika ekonomi bergerak lebih cepat, maka disitulah potensi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal tercipta.
“Redistribusi uang dan konsumsi publik dari kota ke desa atau daerah dalam beragam aktivitas ekonomi mudik merupakan implementasi Sila Kelima Pancasila yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” pungkas Anggota Komisi VI DPR ini.
(Bie)