Jakarta, JurnalBabel.com – Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, namun berdampak pada multi sektor termasuk sektor ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini mengharuskan pemerintah melakukan extraordinary termasuk dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait stabilitias sistem keuangan bisa merespons dampak ke depan yang berada di luar prediksi.
Karenanya, pemerintah akan merevisi Undang-Undang (UU) terkait stabilitas sistem keuangan dengan peraturan lain yang kemungkinan bentuk payung hukumnya berupa Perppu.
Menurut Menkeu, melihat keseluruhan stabilitas sitem keuangan, perlu kehati-hatian mempersiapkan langkah yang diperlukan seandainya ada persoalan yang berkembang dan tidak bisa diselesaikan dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Menanggapi pernyataan Menkeu tersebut, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati menjelaskan bahwa Perppu disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”
Penetapan Perppu juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) yang berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
“Dari bunyi kedua pasal di atas dapat kita ketahui bahwa syarat presiden mengeluarkan Perppu adalah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/8/2020).
Oleh karenanya, anggota badan legislasi (Baleg) DPR ini mempertanyakan kepada pemerintah hal ihwal kegentingan yang memaksa yang mana yang menjadi landasan diterbitkan Perppu baru ini.
“Apakah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 dengan ‘powerfull’ dan ‘imunitas maksimal’ masih belum cukup sehingga Pemerintah mewacanakan akan menerbitkan Perppu baru?” tanyanya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan pada saat Pemerintah akan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah mengatakan akan menambah anggaran hingga Rp 405,1 triliun yang “sangat penting” bagi perekonomian negara, kehidupan masyarakat dan juga penanganan kesehatan akibat Covid-19.
Anis mengutip pernyataan stafsus Menkeu saat itu yang menyatakan bahwa jika tidak ada Perppu, maka pemerintah akan terbelenggu oleh defisit 3% yang diatur UU Keuangan Negara, yang artinya pemerintah dipastikan melanggar UU.
“Saat itu Fraksi PKS menyatakan menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020 meski kemudian DPR menyetujuinya,” ujarnya.
Legislator asal DKI Jakarta ini menambahkan, Perppu ini juga memungkinkan pemerintah mengambil langkah cepat untuk memfokuskan kembali dan realokasi anggaran, memanfaatkan dana abadi, mendorong pemda melakukan efisiensi, dan akhirnya membuka ruang untuk hibah dan utang karena tidak ada sumber lain menutup defisit yang diprediksi sebesar 5,07%.
“Lantas, apalagi yang akan menjadi alasan Pemerintah menerbitkan Perppu baru kali ini?” pungkasnya. (Bie)