Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Fraksi PPP, Anas Thahir, meyakini pendekatan keagamaan menjadi salah satu cara yang efektif dalam upaya menekan tingginya angka stunting di Indonesia. Pasalnya, hal tersebut berkorelasi langsung dengan angka pernikahan usia dini.
“Jadi tingkat pernikahan usia dini tinggi, maka angka stunting juga tinggi,” kata Anas Thahir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Percepatan Penurunan Stunting Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Lebih lanjut ia memaparkan, berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag) pada 2018, terdapat 1,1 juta pasangan lebih yang menikah dini. Dari angka tersebut, 400 ribu lebih cerai.
“Itu semakin meyakinkan pernikahan usia dini sangat berhubungan dengan tingginya angka stunting di Indonesia,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan sejauhmana selama ini Kemenag memanfaatkan tenaga-tenaga penyuluh yang jumlahnya puluhan ribu menyampaikan bimbingan kepada masyarakat dengan tema penurunan angka stunting?
Menurutnya, apabila tenaga penyuluh di Kemenag dikerahkan untuk memberikan bimbingan dengan tema tersebut, maka itu memberikan manfaat cukup besar untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Jangan sampai penyuluh-penyuluh ini dimanfaatkan untuk muatan-muatan lain. Ada Pilkada, penyuluh ikut ngomong pak. Ada Pilpres ikut ngomong lagi. Pas stunting tidak ikut ngomong,” kata Anas Thahir.
Fokus di Daerah Tinggi Kasus Stunting
Sebab itu, Anas Thahir meminta Kemenag untuk fokus mengimplementasikan program-program pencegahan stunting di daerah-daerah dengan tingkat kasus stunting yang tinggi.
“Saya hanya minta bagaimana Kementerian Agama ini juga lebih fokus pada daerah-daerah yang angka stutingnya tinggi,” ujarnya.
Menurut dia, sejauh ini Kemenag belum tampak berfokus pada penurunan angka stunting di daerah dengan jumlah kasus stunting yang banyak.
Ia mencontohkan sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur III yang mencakup Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo, tidak ada perbedaan pencegahan stunting.
Seharusnya, menurut Anas, Kemenag memperbanyak implementasi program pencegahan stunting di Situbondo dan Bondowoso.
“Di Situbondo (implementasi program) lebih ditekankan lagi, artinya penekanan programnya ada di situ supaya ada perubahan, karena selama bertahun-tahun Situbondo itu angka stuntingnya di atas 30 persen, Banyuwangi 18 persen,” ungkapnya.
Anas meyakini banyaknya implementasi program pencegahan stunting juga akan berdampak besar terhadap penurunan angka stunting.
“Kalau yang diperbanyak (program) di daerah yang stuntingnya rendah, efeknya rendah. Saya minta intervensi dilakukan di daerah-daerah yang memang angka stuntingnya tinggi,” pungkasnya. (Bie)