Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di berbagai daerah.
Menurut Amin, kenaikan ini dipicu dua faktor utama, yaitu pemangkasan signifikan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat dan tuntutan kemandirian fiskal pasca diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).
“Pemotongan DAU sebesar Rp 15,67 triliun pada 2025 dari pagu awal Rp 446,63 triliun memberikan tekanan besar bagi daerah. Kenaikan PBB-P2 menjadi respons fiskal, tetapi solusi berkelanjutan harus diutamakan melalui kolaborasi pusat-daerah dan pengoptimalan pendapatan asli daerah (PAD),” ujar Amin dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/8/2025).
Amin menekankan bahwa PBB-P2 dipilih karena basis data dan mekanismenya sudah ada, namun kenaikan drastis berpotensi menimbulkan “tax shock”, menurunkan kepatuhan pajak, dan memicu protes sosial, sebagaimana terjadi di Pati dan Jombang.
Menurutnya, terdapat alternatif yang lebih sehat untuk meningkatkan penerimaan daerah, misalnya memperluas basis pajak melalui digitalisasi data, menutup kebocoran penerimaan, serta mengoptimalkan BUMD di sektor strategis seperti pariwisata, energi, dan air bersih.
Pemanfaatan aset daerah juga bisa dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yakni kemitraan pemerintah-swasta untuk pembangunan infrastruktur atau layanan publik dengan pembiayaan dan risiko bersama, diatur dalam Perpres No. 38/2015
“Kemandirian fiskal memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan keadilan sosial. Kolaborasi pusat-daerah untuk skema pendanaan yang adil, termasuk pemulihan sebagian dana transfer yang dipotong, menjadi kunci stabilitas ekonomi dan sosial,” tegas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini.