Jakarta, JurnalBabel.com – Ide pembentukan Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN) yang diusulkan Joko Widodo atau Jokowi saat debat perdana calon presiden 2019 pada 17 Januari 2019 mendapat berbagai respon. Jokowi menyampaikan hal itu saat menanggapi jawaban Prabowo Subianto soal sinkronisasi peraturan dengan mengoptimalkan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, berpendapat bahwa BPLN memiliki dasar hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang dan sesuai visi presiden waktu debat capres.
Sebab itu, Suparji meminta agar membawa perubahan yang baik dalam peraturan perundang-undangan, yang memimpin BPLN harus orang profesional. “Punya pengalaman pembentukan UU, negarawan, tidak berlatar belakang parpol dan LSM. Selain itu bukan juga figur yang punya agenda politik,” kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).
Menurut Suparji, keberadaan BPLN saat ini sudah menjadi keputusan politik DPR dan pemerintah. Meskipun terkait nama lembaga yang bisa saja berubah, nantinya akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres. Namun pada intinya Suparji menilai belum efektifnya keberadaan BPHN maupun Badan Legislasi DPR, menjadi pemicu diperlukannya BPLN ini.
“Belum efektif karena masih banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih atau UU yang sudah dibahas mundur lagi,” ujarnya.
Suparji mencontohkan salah satu tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Yakni UU Pertanahan dan UU Agraria dalam masalah substansi. Masih banyak lagi UU yang tumpang tindih. Sebab itu, Suparji menegaskan “Fokus pada mencari ketua badan pusat legislasi nasional,” pungkasnya. (Joy)
Editor: Bobby