Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi II DPR RI meminta pemerintah konsisten mengikuti aturan dalam menunjuk penjabat (Pj) kepala daerah, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Anggota Komisi II DPR RI Anwar Hafid menyatakan, tata cara pengangkatan Pj kepala daerah selama ini tidak bermasalah.
“Namun, perlu diawasi jangan sampai keluar dari aturan itu,” kata Anwar di Jakarta, Senin (23/5/2022).
Dia menjelaskan, Pasal 201 Ayat 10 UU Pilkada mengamanatkan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur. Penjabat gubernur yang diangkat berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya, yaitu ASN setingkat eselon I.
Menurut Anwar, Pasal 201 Ayat 11 UU Pilkada menyebutkan kekosongan jabatan bupati atau wali kota akan diisi Pj bupati atau wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
“Kami berharap Mendagri konsisten jalankan aturan tersebut, apalagi sudah diperkuat dengan Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022 (menolak uji materi Pasal 201 ayat 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terkait pengangkatan penjabat kepala daerah),” ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.
Anwar menjelaskan, mekanisme yang lazim untuk mengangkat Pj bupati atau wali kota dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari gubernur di wilayah tersebut.
Karena itu, dia tidak menginginkan apabila usulan gubernur terkait Pj bupati atau wali kota tidak diakomodasi pemerintah. Sebab, penjabat harus mengetahui penguasaan wilayah.
“Penjabat sebaiknya memiliki pengetahuan pemerintah karena jangka waktu jabatannya yang lama sehingga harus memiliki penguasaan wilayah,” jelasnya.
Sebab itu, gubernur mengusulkan Pj yang mengetahui kondisi wilayah. “Kalau itu dilanggar Mendagri, timbul tanda tanya,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Dia memastikan Komisi II DPR mengawasi mekanisme pengangkatan para Pj kepala daerah dan bertanya kepada Mendagri secara berkelanjutan.
Menurut mantan Bupati Morowali ini, setiap anggota DPR mengawasi dan memantau kinerja Pj di daerah pemilihannya masing-masing untuk menjalankan fungsi pengawasan.
“Hal terpenting adalah netralitas Pj kepala daerah karena akan memasuki tahun politik. Sepanjang mereka netral dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), ya tidak masalah,” ujarnya
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri, lewat Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, telah menunjuk 43 penjabat kepala daerah untuk menggantikan wali kota/bupati yang berakhir masa jabatannya pada Minggu (22/5/2022).
Tetapi, tidak semua pemerintah provinsi bersedia melantik penjabat kepala daerah di tingkat kota dan kabupaten itu.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, salah satunya, memilih menunda pelantikan karena dua dari tiga penjabat bupati yang ditunjuk tak sesuai dengan usulan yang diajukan.
Pemprov Maluku Utara juga belum dapat memastikan pelantikan karena penjabat yang ditunjuk tak sesuai dengan yang diusulkan. (Bie)
Sumber: jppn.com