Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar komunikasi politik, Hendri Satrio, menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hanya memberikan sanksi pencopotan jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK RI, merupakan keputusan kentang alias nanggung.
Pasalnya, kata dia, itu artinya hanya pencopotan jabatan secara fungsional sebagai Ketua MK, bukan diberhentikan sebagai hakim MK.
Seharusnya, lanjut Hensat -sapaan akrab Hendri Satrio-, adik ipar dari Presiden Jokowi dan paman dari Cawapres Gibran Rabuming Raka itu secara moral dan etika karena sudah melakukan pelanggaran berat, maka layak diberhentikan sebagai hakim MK.
“Dan lagi keputusan yang dia (Anwar Usman) buat itu tidak bisa dibatalkan. Padahal keputusan yang dia buat berpotensi untuk melanggar atau menghina semangat reformasi kan, karena mempersilakan nepotisme dan itu sudah terjadi,” kata Hensat dikutip dari video di chanel youtubenya Hendri Satrio #Hensat, Kamis (9/11/2023).
“Akhirnya ada nih anak Presiden (Gibran) maju di perhelatan Pilpres 2024.Walaupun bapaknya (Presiden Jokowi) berkali-kali mengatakan bahwa Pilpres netral, demokratis,” sambungnya.
Menurut Hensat, sangat sulit mengharapkan netralitas di Pilpres 2024 mendatang. Sebab, di Indonesia kemenangan seorang tokoh menjadi Presiden bukan hanya ditentukan oleh rakyat tetapi juga ditentukan oleh yang tukang hitung suara Pilpres.
“Nah yang tukang hitung ini pemerintah semua gitu. Makanya saya sulit memperlihatkan ada Pilpres yang demokratis dan netral, walaupun pendukungnya Pak Prabowo dan anak Presiden, Mas Gibran, ini sering bilang ‘kalau tidak suka jangan dipilih’. Ya nggak gitu juga,” tegasnya.
Hensat menambahkan, apabila Pilpres itu mau berjalan netral dan demokratis, maka jangan ada anak atau keluarga dari penguasa ikut konteslasi.
“Dia (Gibran) sudah menyampaikan seolah-olah jaminan Pak Prabowo akan menang ‘Tenang pak Prabowo saya sudah disini’. Itu kan seperti menjamin bahwa Pak Prabowo selama ini kalah dan sekarang dia hadir sebagai anak Presiden mendampingi Pak Prabowo, seolah-olah dia menang. Makanya ini sulit kalau menggambarkan sebuah Pemilu yang netral,” pungkasnya.
Sebelumnya, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK terkait dugaan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim MK yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Putusan tersebut terkait pelanggaran kode etik Anwar Usman dalam perumusan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Nama yang ikut terseret dari putusan ini tak lain dan tak bukan adalah Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Jokowi dan keponakan Ketua MK Anwar Usman itu dinilai memakai politik jalan pintas untuk meraih posisi cawapres dari capres Prabowo Subianto dengan cara melalui putusan MK.
MKMK pun memutuskan beberapa amar putusan terhadap Anwar Usman. Pertama, Anwar disanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
Kedua, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat dalam perkara pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Ketiga, Anwar dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan Ketua MK yang baru. Putusan lain, Anwar dilarang ikut campur menangani perkara perselisihan hasil.
(Bie)