Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua tim hukum Partai Buruh, Said Salahudin, menilai Pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait Presidential Threshold/ambang batas pencalonan presiden 20 persen, jauh dari rasa keadilan bagi partai politik/parpol.
Menurut Said, pasal tersebut tidak memberikan partai politik kesempatan untuk mengajukan calon presiden termasuk wakil presiden. Hal itu karena parpol yang bersangkutan tidak memiliki kursi atau suara pada pemilu sebelumnya.
“Sebagai partai politik peserta pemilu 2024, Partai Buruh secara aktual sudah mengalami langsung kerugian yang ditimbulkan akibat pemberlakuan Pasal 222. Karena Partai Buruh menjadi kehilangan hak untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden di pemilu 2024,” kata Said Salahudin dalam sidang perkara Nomor 101/PUU-XXII/2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Oleh sebab itu, lanjutnya, sehubungan pengujian Pasal 222 oleh para pemohon, Partai buruh berpandangan agar politik hukum presidensial threshold perlu direkonstruksi.
Kemudian, tambah Said, pihaknya mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ditentukan menjadi nol persen.
“Untuk menghadirkan lebih banyak alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat dipilih oleh rakyat secara demokratis pada pelaksanaan pemilu,” tegasnya.
Sebagai informasi, Pasal 222 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur soal PT kembali diuji materikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang perkara yang diregistrasi dengan nomor 101/PUU-XXII/2024 ini, para pemohonnya diantaranya Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay dan penggiat pemilu sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini.