Jakarta, JurnalBabel.com – Selain untuk berkenalan dengan jajaran Penyelenggara Pemilu pada pertemuan dengan Bawaslu RI, Senin (13/6/2022), Partai Buruh akan menyampaikan setidaknya tiga pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh KPU.
Pertama, pelanggaran terkait persyaratan anggota partai yang secara substansi diharuskan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang tercantum pada KTP elektronik. Substansi aturan ini termuat dalam draf Peraturan KPU tentang pendaftaran dan verifikasi.
Dengan merujuk pada aturan tersebut, maka buruh pabrik asal Kabupaten Sumenep Jawa Timur yang bekerja di Kabupaten Tangerang Banten, misalnya, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota di kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Sumenep.
Jika ia mendaftar sebagai anggota pada kepengurusan Partai Buruh Kabupaten Tangerang yang menjadi tempat domisilinya, status keanggotaannya potensial akan menuai masalah pada saat pelaksanaan verifikasi faktual.
Jadi, kalau nanti KPU Kabupaten Sumenep melakukan verifikasi faktual di alamat KTP yang bersangkutan, maka si buruh pabrik yang faktualnya berdomisili di Tangerang itu pasti tidak bisa ditemui di daerah asalnya. Pada ujungnya, statusnya sebagai anggota Partai Buruh potensial dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU.
“Nah, aturan yang semacam itu jelas pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik,” kata Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/6/2022).
Pelanggaran yang kedua adalah terkait masa kampanye yang sudah dinyatakan KPU hanya akan berlangsung selama 75 hari. Menurut Said, aturan ini jelas menyimpang dan bertentangan dengan UU Pemilu.
Dalam konstruksi UU Pemilu masa kampanye di desain paling sedikit tujuh bulan dan bahkan bisa dibuat sampai dengan sembilan bulan. Atas penyimpangan ini, Said melihat KPU sepertinya salah kaprah dalam memahami persoalan kampanye.
Pasalnya, kata Said, kampanye sesungguhnya adalah hak rakyat untuk mengetahui visi, misi, dan program partai politik. Dia juga berfungsi sebagai pendidik politik bagi masyarakat.
Sehingga, kampanye tidak boleh hanya dilihat dari sudut kepentingan partai, tetapi lebih penting dari itu kampanye seharusnya dipandang dan diorientasikan pada kepentingan pemilih dalam rangka memenuhi hak rakyat mendapatkan pendidikan politik.
“Jadi, dengan disunatnya waktu kampanye oleh KPU, hal itu dapat dimaknai bahwa KPU secara sengaja ingin membatasi hak dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh sebanyak-banyaknya informasi tentang peserta Pemilu dan membatasi waktu bagi masyarakat untuk berpikir serta menimbang-nimbang calon yang kelak akan dipilihnya di Pemilu,” jelasnya.
Pelanggaran yang ketiga adalah terkait terbitnya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan pemilihan Umum 2024 (PKPU 3/2022).
Menurut ahli hukum tata negara dan kepemiluan ini, dalam Peraturan tersebut jelas sekali terlihat bahwa KPU tidak mempunyai persiapan yang matang untuk menyelenggarakan Pemilu 2024.
“Baru kali ini saya menemukan ada PKPU yang mengatur mengenai jadwal tahapan, isinya umum sekali. Seperti kisi-kisi saja. Tidak ada rincian yang jelas dari tiap-tiap tahapan yang akan dilaksanakan,” ujarnya.
Said mengatakan Partai Buruh jelas sangat dirugikan dengan aturan jadwal tahapan itu. Sebagai partai politik bakal calon Peserta Pemilu, Partai Buruh berhak atas informasi pemilu yang lengkap dan jelas dari KPU agar pihaknya bisa mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin.
Kapan jadwal penyampaian data dan dokumen partai ke dalam Sistem informasi politik (Sipol) KPU, jadwal verifikasi administrasi, verifikasi faktual, jadwal sengketa verifikasi, proses pencalonan dan penetapan Daftar Calon Sementara (DCS), dan Daftar Calon Tetap (DCT), tidak ada satu pun yang jelas diatur waktunya dalam PKPU 3/2022.
Disini Said lihat KPU seperti main-main dalam mempersiapkan Pemilu 2024. Padahal dari Pemilu ini kita hendak membentuk pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk periode lima tahun berikut.
“Beberapa persoalan diatas itulah yang besok akan kami laporkan kepada Bawaslu. Sebagai lembaga yang bertugas meluruskan penyimpangan Pemilu jelas Bawaslu harus mengambil tindakan terhadap KPU,” katanya.
(Bie)