Jakarta, JurnalBabel.com – Partai Buruh mengajukan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi dengan membawa bukti baru (novum) dan meminta agar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dihapuskan.
“Kami bawa dalil baru, argumentasi baru, alat bukti baru,” kata Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahudin di Gedung MK, Jakarta, dilansir dari ANTARA, Senin (28/7/2025).
Partai Buruh di antaranya menguji konstitusionalitas Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1), dan Pasal 415 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Pemilu berbunyi “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Pasal tersebut telah dimaknai oleh MK melalui Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023. MK menyatakan parliamentary threshold 4 persen tetap konstitusional untuk Pemilu DPR 2024, tetapi konstitusional bersyarat untuk Pemilu DPR 2029 dan setelahnya.
Melalui putusan itu, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap norma parliamentary threshold dan besaran angka atau persentase ambang batas dengan berpedoman pada persyaratan yang termuat dalam putusan.
Partai Buruh melalui permohonan yang resmi didaftarkan pada Senin ini meminta MK untuk meninjau kembali Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023.
Said meyakini Mahkamah bisa berubah pendirian meski belum ada tindak lanjut atas putusan sebelumnya yang diucapkan pada Februari 2024 itu.
Dia menjelaskan Partai Buruh membawa bukti baru berupa hasil riset mengenai penentuan pembagian kursi DPR pada Pemilu 2019 dan 2024.
Menurut riset partai, sedikitnya ada 12 daerah pemilihan (dapil) DPR RI yang suaranya terbuang sia-sia pada kedua pemilu dimaksud.
Selain itu, Partai Buruh juga mendapati bahwa pada Pemilu 2019 maupun 2024, tidak ada satu pun partai politik yang bisa memperoleh kursi terakhir, kecuali partai politik bersangkutan memperoleh suara sah di atas 4 persen pada sebuah dapil.
“Apa artinya? Artinya mau dibikin 4 persen pun, ya, tetap besok juga partai itu enggak akan dapat kursi di bawah 4 persen, kecuali terjadi gejolak,” ungkap Said.
Maka dari itu, Partai Buruh meminta MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Pemilu bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam kata lain, ambang batas parlemen diminta untuk dihapuskan.
Kemudian, Partai Buruh meminta aturan lanjutan dari Pasal 414, yakni Pasal 415 ayat (1) dan Pasal 415 ayat (2) juga dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Berikutnya, Partai Buruh meminta aturan yang masih terkait dengan ambang batas parlemen dalam Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 inkonstitusional sehingga tak berkekuatan hukum mengikat.
Partai Buruh turut mengajukan petitum alternatif, yaitu Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Pemilu dimaknai menjadi “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah di setiap daerah pemilihan untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
“Sekarang, kami nggak minta PT (parliamentary threshold) dibatalkan, PT tetap diberlakukan, tapi based on (berdasarkan) dapil,” ujar Said.
Petitum alternatif lainnya, yaitu menyatakan Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang MD3 dimaknai menjadi “Fraksi dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara yang berlaku di setiap daerah pemilihan dalam penentuan perolehan kursi DPR.”