Jakarta, JurnalBabel.com – Pengucuran dana penyertaan modal negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), semestinya lebih selektif dan memprioritaskan pada hal-hal yang strategis. Selain membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), PMN yang tidak selektif berpotensi merugikan negara.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak mendesak pemerintah untuk menetapkan skala prioritas dalam penyuntikan dana PMN untuk BUMN. Ia juga mendesak agar ada evaluasi yang terukur yang dilakukan lembaga independen yang memiliki reputasi bagus bagi setiap BUMN penerima PMN.
“Evaluasi penting agar pengelola BUMN bertanggung jawab atas setiap rupiah dana PMN yang diterima. Bagaimana BUMN mau mandiri dan go internasional jika masih selalu membebani APBN,” tegas Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/10/2020).
Potensi kerugian yang dimaksud Amin didasarkan pada fakta bahwa dana rakyat yang disuntikkan ke BUMN tidak sebanding dengan deviden yang diterima negara dari BUMN. Fakta lainnya, mayoritas BUMN yang selama ini menerima suntikan dana PMN kinerjanya tidak membaik bahkan masih tetap rugi.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dalam 10 tahun terakhir, yaitu 2010-2019, total hasil investasi yang diperoleh pemerintah dalam bentuk deviden sekitar Rp174 triliun atau Rp17,4 triliun per tahun.
Sementara itu, nilai aset BUMN pada 2019 sekitar Rp8.000 triliun, atau rata-rata sekitar Rp5.000 triliun sepanjang periode 2010-2019. Dengan demikian, kemampuan aset tambun itu dalam menghasilkan laba bagi pemerintah dalam bentuk dividen hanya 0,36% per tahun.
“Tingkat pengembalian tersebut tentu saja sangat kecil. Padahal, masih ada dana lain yang digelontorkan oleh pemerintah selain penyertaan modal, yaitu pinjaman,” ungkapnya.
Terlebih APBN saat ini dan diperkirakan hingga beberapa tahun ke depan mengalami defisit yang cukup besar. Hingga akhir Agustus lalu, defisit APBN 2020 sudah mencapai Rp500,5 triliun. Padahal mulai September hingga Desember tahun 2020 pemerintah membutuhkan utang Rp530 T untuk menambal defisit tahun ini.
Bukan hanya itu, dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, keseimbangan primer hingga 31 Agustus 2020 sudah minus Rp303,99 triliun. Keseimbangan primer adalah jumlah pendapatan dikurangi jumlah belanja diluar pembayaran bunga utang. Dengan demikian untuk membayar bunga utang lama pemerintah terpaksa menggunakan utang baru alias tutup lubang gali lubang.
Terkait prioritas BUMN mana saja yang diberikan PMN, menurut Amin setidaknya menyangkut tiga sektor, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, dan penguatan ekonomi rakyat. Amin menyontohkan Permodalan Nasional Madani (PNM), BUMN yang menyalurkan pembiayan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Berdasarkan rilis PNM tahun 2020, BUMN tersebut menyalurkan dana yang dibutuhkan UMKM hingga Rp7,65 triliun lewat pembiayaan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera.
BUMN lainnya yang juga menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit UMKM adalah perusahaan penjaminan PT Jamkrindo dan PT Askrindo (Persero) sebagai anak usaha dari PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). (Bie)