Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Joko Widodo akhirnya melarang seluruh warga mudik ke kampung halaman. Warga yang dilarang mudik ialah mereka yang berasal dari daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta daerah zona merah Covid-19 lainnya.
Larangan tersebut berlaku mulai 24 April 2020. Adapun sanksi akan diberlakukan pada 7 Mei 2020 bagi mereka yang bersikeras untuk mudik.
Mulanya Jokowi hanya melarang para ASN, pegawai BUMN, dan personel TNI-Polri untuk mudik Lebaran. Pemerintah lantas mengiming-imingi perantau yang tak mudik dengan bantuan sosial (Bansos) berupa sembako dan bantuan langsung tunai.
Rupanya tak semua masyarakat menggubris iming-iming pemerintah berupa Bansos dan bantuan langsung tunai tersebut. Jokowi beralasan masih banyak masyarakat perantauan yang bersikeras untuk mudik. Dari data Kementerian Perhubungan, sebanyak 24 persen masyarakat memutuskan tetap mudik.
Hal ini dikhawatirkan akan menjadi medium penularan Covid-19 di desa-desa sebab para perantau dianggap merupakan orang yang tinggal di episentrum virus corona di Indonesia. Adapun sebanyak 68 persen masyarakat memutuskan tidak mudik dan 7-8 persen sudah mudik ke kampung halaman.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Suryadi Jaya Purnama, mengatakan, seluruh kebijakan yang diambil pemerintah harus mengikuti prosedur kesehatan. “Oleh karena itu, kalau memang itu berdasarkan kajian dalam perspektif penyelamatan jiwa manusia, mencegah dan menghentikan Covid-19, itu tidak masalah,” ujar Suryadi saat dihubungi, Rabu (22/4/2020).
Lebih lanjut Suryadi mengungkapkan yang menjadi masalah dari pelarangan ini adalah apakah kebijakan ini dilanjutkan dengan memberikan kompensasi pelayanan-pelayanan dasar kepada masyarakat. “Kita setuju pelarangan ini diberlakukan, tetapi pemerintah jangan hanya membuat peraturan tanpa konsekuensi yang pemerintah sendiri kerjakan,” katanya.
Suryadi menegaskan, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada warga yang terdampak akibat kebijakan ini. “Jadi segala dampak dari pelarangan mudik ini harus ditanggung pemerintah. Konsekuensi yang diambil juga menjadi bagian pemerintah,” tegasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat II ini mencontohkan di DKI Jakarta karena tidak bekerja tidak punya penghasilan, dia ingin pulang kampung karena disana ada keluarga yang menanggungnya. “Hal semacam ini juga yang harus dipenuhi pemerintah,” tuturnya.
Begitu juga tenaga-tenaga medis harus di fasilitasi agar bisa melakukan aktivitas semaksimal mungkin. Selanjutnya kata Suryadi, pelarangan ini tidak boleh bersamaan dengan pelarangan jalur logistik. “Jadi logistik tetap beroperasi,” katanya.
Terkait sanksi, Suryadi mengatakan karena dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka bisa dikenakan pidana karena bisa membayakan nyawa orang lain seperti yang diatur dalam UU Kesehatan dan UU Kekarantinaan Kesehatan.
Kemarin dalam rapat kerja dengan Menteri Perhubungan, Suryadi mengatakan pihaknya mempertanyakan anggaran Kemenhub untuk atasi Covid-19. Kemenhub menganggarkan sebesar Rp 320 Milliar, tetapi lebih banyak program yang melayani institusi sendiri. Belum banyak program yang langsung ke rakyat.
“Itu yang kita kritisi dan kita minta revisi anggarannya, selain untuk kebutuhan internal, juga untuk pelayanan publik,” tutupnya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (FNasDem), Hasnah Syams, mengatakan, masyarakat harus patuhi pelarangan tersebut. Pasalnya, mudik apalagi berasal dari daerah yang terpapar Covid-19 maka berdampak negatif. Namun, lanjutnya, pemerintah harus memberikan kompensasi atas pelarangan ini.
“Dia pulang kampung juga tidak punya pekerjaan. Sama saja. Nah itu yang harus ditanggung pemerintah,” kata Hasnah Syams saat dihubungi terpisah.
Lebih lanjut Hasnah mengatakan, pemerintah daerah sudah menyiapkan kompensasi terhadap masyarakat yang terdampak Covid-19. Utamanya bagi wilayah yang sudah menerapkan PSBB.
Terkait sanksi bagi masyarakat yang melaranggar, legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II ini lebih sepakat pemda setempat harus melakukan pencegahan terlebih dahulu. Misalnya, seperti di DKI Jakarta yang tidak memperbolehkan kendaraan roda empat membawa penumpang lebih dari 50 persen kapasitas kendaraan tersebut.
Sekedar informasi, operasional kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek di saat berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pelarangan mudik tak dihentikan. (Bie)
Editor: Bobby