Jakarta, JurnalBabel.com – Kejadian memprihatinkan kembali terjadi pada pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Kali ini 54 PMI disekap oleh salah satu perusahaan investasi bodong di Kamboja.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, menyatakan kasus demi kasus PMI di luar negeri menunjukan masih banyak pekerjaan rumah pemerintah.
“Kami prihatin masalah PMI di luar negeri kembali terjadi menimpa sejumlah 54 WNI yang bekerja di Kamboja. Mereka bekerja melebihi batas waktu, di satu tempat dan dilarang keluar. Ini jelas melanggar hak-hak pekerja dan hak asasi manusia,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/7/2022).
Lebih lanjut Sukamta menuturkan Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang memberikan peran lebih besar kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengurus dan melindungi TKI sejak perekrutan. Namun, 5 tahun setelah di undangkan masih terjadi kasus yang memprihatinkan.
Adanya UU Pelindungan PMI ini, tambah Sukamta, seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI dan perusahaan penyalur PMI.
“Pemerintah harus lebih serius menangani 8 juta PMI yang setiap tahunnya mengirimkan remitansi lebih dari Rp 160 triliun. Jumlah ini menjadi penerimaan devisa terbesar kedua setelah penerimaan devisa dari sektor migas. Bahkan lebih besar dari tax amnesty jilid 1,” paparnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini memberikan beberapa masukan kepada pemerintah.
Pertama, koordinasi antar stakeholder ketenagakerjaan di Pemerintah harus diperkuat lagi. Apalagi kini Indonesia terpilih sebagai Anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College.
“Seharusnya bisa dioptimalkan untuk perbaikan kondisi ketenagakerjaan Indonesia,” ujarnya.
Kedua, siapa pun yang bekerja di luar negeri legal maupun ilegal menjadi tanggung jawab pemerintah. Menurutnya, jika ada WNI menjadi PMI secara ilegal artinya proses penyaringan tenaga kerja di Indonesia masih lemah.
“Pemerintah dengan seluruh stakeholder bidang tenaga kerja harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, sebuah video viral di media sosial mengenai 54 WNI yang ditipu oleh perusahaan agen tenaga kerja Indonesia. Pada awalnya 54 PMI ini diiming-iming gaji US$1.000 – 1.500 atau sekitar Rp15 juta – Rp22,5 juta (kurs US$1=Rp15.000).
Para PMI bekerja selama 12 jam di gedung tujuh lantai dengan pengamanan yang ketat dan tidak diizinkan keluar dari area gedung.
(Bie)