Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah, penyelenggara Pemilu dan Komisi II DPR telah sepakat terkait jadwal pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024.
Kesepakatan itu terjadi dalam rapat kerja antara KPU RI, Bawaslu, Mendagri serta Komisi II DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/1/2022), yang menetapkan 14 Februari 2024 sebagai hari pemungutan suara dan Pilkada Serentak 27 November 2024.
Anggota Komisi II DPR, Mohamad Muraz, memberikan beberapa catatan terkait kesepakatan tersebut. Pertama, ia berharap KPU betul-betul mempersiapkan solusi yang lebih baik dalam mengelola Pemilu 5 kotak suara.
“Ini PR para penyelenggara Pemilu terutama. Kami juga berharap, hasil evaluasi Pemilu serentak termasuk Pileg serta Pilpres tahun 2019 di mana banyak juga para pemangku didaerah meninggal akibat kelelahan. Hal itu juga harus diutamakan,” kata Muraz.
Kedua, terkait dengan tahapan pencocokan dan penelitian (Coklit) yang cukup memakan waktu dan biaya. Menurutnya, Dirjen Dukcapil Kemendagri sudah banyak melakukan terobosan kaitan dengan masalah kependudukan. Sebab itu, pihak Dukcapil harus lebih awal melakukan koordinasi, sehingga tahapan Coklit tidak ada permasalahan.
Ketiga, Komisioner KPU/Bawaslu di daerah-daerah yang akan berakhir di 2023 dan 2024. Muraz mengusulkan untuk diperpanjang masa jabatannya agar lebih hemat dan efisien.
“Sekarang kalau ada yang berakhir di bulan Oktober 2023 misalnya, ada yang bulan November 2024. Bagaimana mereka bisa memahami tugas pekerjaan Pemilu yang cukup berat ini? Jadi tetap mengusulkan yang sudah masuk ditahapan tersebut diperpanjang saja masa jabatannya,” ujarnya.
Ia menambahkan, dari KPU dijelaskan bahwa 1 Oktober 2024 adalah pengucapan sumpah janji DPR dan DPRD. Artinya, akan ada kekosongan jabatan DPRD karena DPRD kota/kabupaten dilantik bulan Agustus. Sementara DPRD Provinsi bulan September.
“Kalau menurut saya, pelantikan tidak akan mengganggu. Pemilunya serentak 14 Februari 2024 DPRD kota dan kabupaten dilantik Agustus sesuai masa jabatan, DPRD Provinsinya September, dan DPR RI Oktober saya kira itu tidak akan mengganggu,” jelasnya.
Keempat, banyak penjabat dan Plt kepala daerah sampai masa pemilihan kepala daerah. Politisi Partai Demokrat ini menyarankan ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak dan Jukni) serta mekanisme yang lebih komprehensif untuk menentukan para birokrat ini sebagai Pj atau Plt kepala daerah secara lebih transparan.
Kemudian di media massa juga sudah ramai kaitan dengan kemungkinan-kemungkinan di Kementerian dan di daerah kekurangan penjabat, sehingga ramai seolah-olah akan muncul pejabat atau kepala daerah dari TNI-Polri.
“Nah.. barangkali kalau kita baca perundang-undangan yang berkaitan dengan TNI-Polri yang masih aktif. Jelas tidak bisa mengisi jabatan sipil,” pungkas mantan Wali Kota Sukabumi ini (Bie)
Sumber: JP-news.id