Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengkritisi Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berencana menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memasukkan program Pendidikan militer dan bela negara dalam kurikulum perguruan tinggi.
Menurutnya, konstitusi mengamanatkan bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara. Negara memfasilitasi warganya yang ingin turut serta dalam usaha pembelaan negara. Selain itu, bela negara ini bisa berbentuk Pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer sebagai calon komponen cadangan, pengabdian sebagai anggota TNI atau pengabdian sesuai profesi.
Lebih lanjut Sukamta menjelaskan bahwa Pendidikan kewarganegaraan ini berbentuk Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN) yang dapat dilakukan dalam lingkup dunia Pendidikan, masyarakat dan dunia pekerjaan.
“Dalam konteks ini penyelenggaraan program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, tapi bukan berbentuk Pendidikan militer, karena Pendidikan militer itu hanya wajib bagi warga yang lulus seleksi awal komponen cadangan,” kata Sukamta di Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sendiri sifatnya sukarela. Pemaksaan di sini, sebut Sukamta, bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam ini menambahkan bahwa dalam UU RI No. 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) diatur soal komponen pendukung dan komponen cadangan. Pada pasal 17 disebutkan bahwa komponen pendukung itu bersifat sukarela.
Demikian juga padal pasal 28, diatur bahwa komponen cadangan juga bersifat sukarela. Artinya, tidak ada wajib militer di sini. Bagi perguruan tinggi dipersilakan untuk menyelenggarakan PKBN atau tidak.
“Jika kampus ingin menyelenggarakan, bisa misalnya dengan menghidupkan kembali mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan dengan modifikasi program sedemikian rupa tidak hanya teori tatap muka di kelas, bisa dikombinasi dengan Pendidikan outdoor misalnya, tapi juga bukan berbentuk Pendidikan militer karena bukan dilakukan dalam rangka mencetak para kombatan,” jelasnya.
Doktor lulusan Manchester Inggris ini menjelaskan bahwa ancaman bagi negara sekarang tidak hanya ancaman militer, tapi juga ancaman ekonomi, ideologi, wabah penyakit, siber, dan seterusnya.
Sukamta juga berpandangan Program bela negara tidak selalu dilakukan untuk mencetak para kombatan, tapi juga untuk mencetak generasi bangsa yang tangguh yang siap bela negara dengan bidang keahliannya masing-masing.
Sukamta menekankan yang penting di sini tujuan kita adalah menumbuhkan kesadaran mahasiswa untuk hidup berbangsa dan bernegara serta menanamkan nilai-nilai dasar bela negara yang meliputi cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan Negara serta kemampuan awal bela negara.
“Dari sini kita harapkan akan terbentuk generasi muda penerus bangsa yang tangguh dan siap membela negara dalam berbagai bidang dan spektrum yang luas. Entah berkorelasi langsung atau tidak, semoga program bela negara ini bisa menyumbang peningkatan kualitas HDI (indeks pembangunan manusia) bangsa Indonesia sehingga kita mnejadi bansga yang semakin kuat dan mandiri,” harap wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (Bie)