Jakarta, JurnalBabel.com – Pengamat politik, Hendri Satrio, menilai jika usulan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang meminta agar masa jabatan kepala desa (kades) bisa menjabat hingga 27 tahun atau tiga periode dikabulkan, itu akan membentuk dinasti di desa.
Menurut founder lembaga survei KedaiKOPI ini, usulan Apdesi jauh dari kepatutan, kewajaran bahkan kewarasan.
“Ini kalo dikabulkan bakalan bikin dinasti Kades di desanya, jauh banget dari kepatutan, kewajaran dan kewarasan hahahaha,” cuit Hendri Satrio di linimasa Twitternya dikutip, Selasa (24/1/2023).
Selain itu, dia juga meminta pemerintah mendengar lebih dahulu aspirasi rakyat sebelum membuat keputusan sepihak terkait usulan perpanjangan masa jabatan kades.
“Pemerintah harusnya lebih menghargai para rakyat yang tinggal di pedesaan ya, mustinya tanya dulu ke rakyat desa setuju enggak jabatan kades itu jadi 9 tahun, gitu lho,” katanya kepada wartawan.
Menurutnya, terlepas mau ada pemilu atau tidak, nanti penerima manfaat yang utama masyarakat desa. Sehingga pendapat masyarakat desa sangat diperlukan dalam perpanjangan masa jabatan kades ini.
“Ya kalau kadesnya baik semua, kalau kades yang seperti viral itu, gegayaan preman-premanan, gimana sama masyarakat begitu. Kecuali Indonesia kerajaan Indonesia enggak perlu pendapat rakyat, gitu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Apdesi meminta agar masa jabatan kepala desa (kades) bisa menjabat hingga 27 tahun atau tiga periode.
Wakil Ketua Umum Apdesi Sunan Bukhari menegaskan, pihaknya merekomendasikan agar bukan lagi sembilan tahun, tapi tiga periode. Pasalnya, Kades yang sudah menjabat dari masa sekarang itu otomatis dia tidak bisa mencalonkan lagi jadi kepala desa ada yang satu, dua, tiga periode.
“Kalau misalnya tidak disetujui 3 periode, kan masalah bagi yang 2 periode,” kata dia, dalam jumpa pers di Sunbreeze Hotel, Jakarta Pusat, Senin (23/1/2023).
Sunan Bukhari menilai masa jabatan maksimal dua periode, akan merugikan kepala desa. Sebab itu, ia mendesak pemerintah untuk memasukkan usulannya itu ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 sebelum Pemilu 2024 mendatang.
(Bie)